RADARCIREBON.ID – Pengamat politik Dr Mas Kana Kurniawan SHI MA menilai, masa jabatan kepala desa diperpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun dikhawatirkan akan kembali pada rezim Orde Baru atau Orba.
Menurutnya. kepala desa yang meminta perpanjangan masa jabatan adalah bentuk absurditas kekuasaan desa di tengah penataan iklim demokrasi desa. Siapa pun punya kesempatan dalam pemilihan kepala desa.
“Tokoh-tokoh terbaik bisa muncul (dalam pilkades). Hanya saja, kendala yang terjadi di lapangan, partai politik sering melakukan penetrasi politik kepada calon-calon kepala desa. Sehingga, pemilihan kepala desa sudah mirip pemilihan kepala daerah atau legislatif,” ungkap Kana Kurinawan kepada radarcirebon.id.
Baca Juga:Kepala Desa Minta Dana Desa Naik 10 Persen, Buat Apa?Pemkab Kuningan Susun RPD Masa Transisi
Atas penetrasi itu, kata Ketua Pengurus Pusat Pemuda PUI asal Ciawigebang Kabupaten Kuningan itu, para calon disinyalir melakukan langkah-langkah politik yang culas, di antaranya melakukan money politic.
“Beban pikiran dan biaya para calon kepala desa semakin berat. Yang pada akhirnya, muncul praktik jual beli suara. Tidak sedikit, kepala desa yang harus berpikir bagaimana mengembalikan modal,” ujar Kana.
“Bukan tupoksi yang diprioritaskan, melainkan mencari sumber pendapatan yang tidak halal, korupsi dan lain sebagainya,” imbuhnya.
Usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa, lanjut Kana, jangan seperti ingin mengembalikan ke masa Orde Baru. Di era Orde Baru kepala desa sebagai kaki tangan pemerintah. Nyaris tidak terkontrol.
“Kepala desa punya aset atau bengkok yang tidak diketahui keberadaannya (pada masa Orde Baru). Nah, melalui pergeseran dominasi eksekutif menjadi dominasi legislatif dibentuklah Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai lembaga pengawas,” kata Kana.
Terakhir terkait tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa, Kana mengingatkan pesan Lord Acton, Power trends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely, bahwa kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.
“Di desa ada kue Dana Desa yang bisa saja, siapa pun bisa tergoda. Ingat kasus-kasus yang sering menyeret kepala desa ke balik jeruji karena disorientasi kekuasaan. Bukan membangun, tetapi merusak,” tutur Kana.