RADARCIREBON.ID – HIPMI Kabupaten Kuningan memaklumi tunda bayar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan ke sejumlah rekanan atau pihak ketiga, karena itu merupakan hal yang wajar dan terjadi di setiap daerah. Bisa terjadi tunda bayar akibat menurunnya pendapatan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana Transfer ke Daerah (TKD).
“Kami sebagai pengusaha memaklumi tunda bayar pekerjaan APBD 2022 oleh Pemkab Kuningan,” kata Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Kuningan H Indra Gunawan kepada radarcirebon.id, Selasa (24/1/2023).
Indra, yang juga Pengurus Kadin Provinsi Jawa Barat mengaku, sebagai pelaku usaha di Kabupaten Kuningan dirinya mengalami belum terbayarkannya dana pekerjaan Tahun 2022 oleh Pemkab Kuningan. Bagi pengusaha, Ia bersama kawan pengusaha lain menganggap hal ini biasa. Toh pembayarannya hanya mundur, bukannya tidak dibayar.
Baca Juga:Anggaran Revitalitasi Rp3,5 Miliar, Seperti Apa Pasar Rakyat Ciniru Kuningan  Raperda RTRW Masuk Propemperda 2023, Pembagian Zonasi Harus KomprehensifÂ
Menurutnya, bagi pengusaha, terpenting ada kepastian pembayaran. Jadi hanya menunggu waktu saja. Justru seharusnya pengusaha yang kebetulan ikut bersinergi dengan Pemkab Kuningan seharusnya berterimakasih kepada pemerintah daerah, sudah memberikan kepercayaan.
“Apalagi kasus seperti ini, bukan hanya dialami di Kuningan. Beberapa kabupaten lain, juga sama mengalami kemunduran bayar. Bahkan 3x lipat lebih besar dari nilai di Kuningan,” ujar Indra.
Selain itu, komitmen dari Pemkab Kuningan melalui Sekda Kuningan yang juga menjabat sebagai Ketua TAPD, sudah jelas bahwa dalam waktu dekat akan ada pembayaran tunda bayar APBD 2022.
Jadi sebagai pengusaha, Indra menyayangkan pihak-pihak tertentu menyerang dengan bahasa seolah-olah Pemkab Kuningan tidak ada perencanaan dan tidak mampu bayar, atau gagal bayar. Bahkan ada pihak melempar wacana permakzulan bupati. Ini pernyataan sangat politis sekali. Tidak ada konteksnya dengan inti masalah. Yang bersangkutan sepertinya perlu banyak belajar lagi syarat permakzulan.
“Saya menganggap bahasa itu terlalu berlebihan, karena jika ada itikad baik cukup meminta klarifikasi. Memangnya bupati melanggar undang-undang, atau memimpin tidak adil atau tidak amanah atau bupati menyalahgunakan kekuasaan?,” tandas Indra.