JAKARTA, RADARCIREBON.ID- Masalah perpanjangan jabatan kepala desa, masih menjadi wacana publik. Pro dan kontra terus terjadi soal rencana jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun ini.
Seperti yang disampaikan, Peneliti Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Siti Zuhro. Ia berpendapat ada kepentingan partai politik di balik rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa tersebut.
” Saya lihat ada kepentingan politik dari partai tertentu untuk pemenangan Pemilu 2024,” tegas pakar otonomi daerah ini.
Baca Juga:Ini Fakta Kaesang Siap Maju Dalam Pilkada 2024Kaesang Siap Terjun ke Politik, Inilah Partai yang Menerimanya
Siti menambahkan, parpol mau memberikan dukungan dengan imbal balik mendapatkan suara pemilih desa saat Pemilu 2024. Ini jelas, tidak baik ada berter kepentingan, agar memenangkan sala satu partai dalam pemilu nanti.
Ia sangat pun menyesalkan langkah parpol yang berupaya menarik kades ke ranah politik elektoral demi memenangkan pemilu. Hal ini akan merusak tatanan desa.
Lebih jauh Siti menambahkan, perubahan masa jabatan tidak boleh ujug-ujug, namun, harus jelas kajiannya. Dibuat dulu naskah akademiknya, apakah rasionalisasinya.
“Argumentasinya apa alasan empirik seperti apa, terus bagaimana dampak-dampaknya,” terangnya.
Secara pribadi, kata Siti masa jabatan selama 9 tahun terlampau lama. Apalagi, dalam berbagai formulasi di berbagai tempat, periode kekuasaan yang jamak adalah empat hingga lima tahun. Esensi kesuksesan kepemimpinan pada efisiensi kepemimpinanya, bukan pada durasi.
Publik menilai semakin lama jabatan kepala desa akan berdampak pada regenerasi desa yang terhambat. Selain itu yang paling manakutkan adalah potensi korupsi yang bisa saja terjadi ketika jabatan kepala desa semakin panjang.
Bahkan, menurut catatan di KPK selama kurang lebih sembilan tahun, ada sebanyak 686 pejabat di tingkat pemerintah desa yang ditangkap KPK. Ini sangat mengerikan, Ketika jabatan kepala desa diperpanjang.
Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang menambahakan, perubahan masa jabatan Kades tersebut memang harus dikaji mendalam. Tidak efektifnya pemerintahan desa disebabkan durasi atau justru kapasitas kepemimpinan?