Saat ini, soal penanganan darurat gigitan ular rupanya terkendala dengan ketersediaan anti bisa ular atau anti venom (Anti-Snake Venom/ASV). Tidak semua rumah sakit, baik di perkotaan maupun daerah, mempunyai anti bisa ular.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Siti Nadia Tarmizi membenarkan bahwa memang tidak semua rumah sakit tersedia anti venom.
“Iya, saat ini (ketersediaan anti venom) masih di pusat sebagian besar stoknya,” ujar dia.
Baca Juga:Berberapa Kali Renovasi, Masjid Agung Manonjaya Berumur 186 TahunInilah Cerita Unik Masjid Agung Manonjaya Tasikmalaya
Pada pengadaan anti venom ular tahun 2023, Kemenkes segera mendistribusikannya ke provinsi. Distribusi anti venom utamanya menyasar Rumah Sakit (RS) Rujukan Provinsi.
Artinya, ketersediaan anti venom untuk gigitan ular dapat diakses masyarakat melalui RS Rujukan Provinsi.
“Untuk pengadaan (anti venom) yang tahun 2023, anti venomnya akan langsung didistribusikan ke provinsi. Jadi ketersediaan anti venom nanti dapat diakses di RS Rujukan Provinsi,” jelas Nadia.
Persoalan anti bisa ular ini mencuat dari pembelajaran kasus kejadian Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia, Aji Rachmat Purwanto yang meninggal dunia, Selasa dini hari (14/2) pukul 01.32 Wita di RS Ulin Banjarmasin.
Aji mengembuskan napas terakhir setelah digigit King Kobra. Peristiwa itu terjadi pada Minggu (12/2/2023) saat Aji sedang mengisi acara Basic Training Muscle (BTM).**