Masjid Merah Panjunan juga menjadi salah satu saksi bisu dari rentetan berbagai peristiwa bersejarah di Kota Cirebon. Meninggalkan akulturasi budaya lokal, Arab, Tionghoa hingga Hindu-Buddha.
Berarsitektur Arab-Tionghoa. Ornamen keramik banyak menempel pada dinding bata warna merah itu. Sebagian besar keramik memiliki motif dan ragam hias khas China.
Seperti piring keramik motif Qilin, naga dan burung hong (phoenik) yang merupakan mahluk mitologi Cina. Keramik-keramik itu hadiah dari putri Ong Tien. Yakni seorang putri Cina yang diperistri oleh Sunan Gunung Jati.
Baca Juga:LIBUR LEBARAN, Ini Harga Tiket Masuk Goa Sunyaragi, Tempat Wisata Populer di Cirebon608 Napi Lapas Kelas I Cirebon Dapat Remisi Khusus Idul Fitri 2023, Ada yang Langsung Bebas
Masjid yang berlokasi di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, ini dibangun tahun 1480 atau lebih tua dibanding Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Kasepuhan.
Masjid Merah Panjunan memiliki 17 tiang penyanggah. Berbentuk silinder. Kecuali 1 tiang bentuk kotak.
3. Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Masjid ini berlokasi di Kompleks Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon. Juga masih satu kawasan Kota Tua Cirebon di Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa jadi salah satu destinasi sejarah sekaligus rumah ibadah yang selalu dikunjungi oleh warga sekitar atau wisatawan luar kota.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun tahun 1498 M, dibangun setelah Masjid Merah Panjunan.
Ini Menjadi salah satu masjid tertua di Cirebon. Se-zaman dengan Wali Songo saat menyebarkan syiar Islam di tanah Jawa.
‘Sang’ berarti keagungan. ‘Cipta’ atau diciptakan atau dibangun. Serta ‘Rasa’ yang berarti digunakan. Itulah terjemahan Sang Cipta Rasa pada masjid yang konon dibangun dalam waktu satu malam tersebut.
Baca Juga:Yuks ke Kawasan Kota Tua Cirebon: Wisata Sejarah dan Kekinian, Mumpung Libur Lebaran 2023ALHAMDULILLAH, Sudah Tunaikan Sholat Idul Fitri 2023, Warga Cirebon Kini Keliling Silaturahmi
Pembangunan masjid ini diceritakan melibatkan sekitar lima ratus orang. Para pekerja didatangkan dari Majapahit, Demak dan warga sekitar Cirebon itu sendiri.
Saat proses pembangunan, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut.