BANDUNG, RADARCIREBON.ID- Kawasan Metropolitan Rebana jadi bahasan menarik di akhir kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Masa depan Rebana diproyeksikan jadi pusat Jawa Barat menggantikan Bandung.
Yaitu, Jabar bagian utara. Tentu salah satunya adalah Cirebon. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan kawasan Metropolitan Rebana merupakan koreksi terhadap pola pikir pembangunan.
“Yang lokomotifnya ekonomi, (tidak, red) melupakan lifability keseimbangan,” tutur Ridwan Kamil saat Kickoff West Java Festival 2023, 5 Tahun Pembangunan Jabar Juara bersama Forum Pemimpin Redaksi Serikat Perushaan Pers (SPS) Jawa Barat di Aula Masjid Raya Al Jabbar, Kota Bandung, Sabtu (19/8/2023).
Baca Juga:Meriahnya HUT Ke-78 RI di Desa Bakung Kidul, Karnaval Kemerdekaan Jadi Bukti Swadaya dan Gotong Royong Masih KuatDiikuti Ribuan Perwakilan Pesantren, Mumtaz Festival 2023 dan Temu Bisnis OPOP Hadir di Masjid Al Jabbar
Karena itu di Rebana melahirkan 13 Kawasan Peruntukan Industri (KPI) baru. Yaitu KPI Patimban, KPI Cipali Subang Barat, KPI Cipali Subang Timur, KPI Cirebon, KPI Patrol, KPI Losarang, KPI Tukdana, KPI Cipali Indramayu, KPI Balongan, KPI Krangkeng, KPI Jatiwangi, KPI Kertajati-Jatitujuh dan KPI Butom.
Tersebar di Kabupaten Majalengka, Subang, Indramayu, Cirebon, dan Sumedang. Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon sebagai Kawasan Pendukung.
“Yang batasnya sudah kami batasi. Tidak boleh mengambil sawah. Karena sawah adalah sesuatu yang sakral,” ucap Kang Emil, sapaan akrabnya, dalam acara yang mengangkat tema ‘Transformasi Media untuk Bangkit Bersama’.
Sehingga, imbuh Kang Emil, meski saat ini Jabar memiliki pabrik paling banyak di Indonesia, tapi surplus swasembada beras hingga 1,3 juta ton per tahun. Tiga besar daerah penghasilan beras se-Indonesia ada di Jawa Barat. “Jadi Rebana itu mengkoreksi,” tukasnya.
Kang Emil menerangkan, jumlah penduduk Jabar saat ini sebanyak 50 juta. Menuju Jabar Juara di Asean atau Nasional, jelasnya, kuncinya hanya satu. Yakni melalui industrialisasi. “Negara ini rada kelewat dari pertanian. Industrinya nanggung, lompat ke revolusi komunikasi,” jelasnya.
Yang dimaksud revolusi komunikasi oleh Emil yaitu start up atau aplikasi digital. Ia menyebut, Indonesia jadi salah satu negara dengan jumlah aplikasi terbanyak. “Segala diaplikasikan (dibuatkan aplikasi, red). Tapi handphone atau alatnya, buatan luar negeri. Tidak ada yang buatan Indonesia,” jelasnya.