RADARCIREBON.ID – Kekayaan warisan budaya Cirebon begitu besar. Bahkan lebih kaya dari Yogyakarta. Cirebon punya banyak kelebihan. Sayangnya, kebijakan anggaran pemerintah daerah terhadap industri pariwisata tidak mendukung.
Kabid Destinasi dan Industri Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (par) Kabupaten Cirebon Syafrudin Aryono MSi mengatakan Kabupaten Cirebon memiliki potensi luar biasa dalam bidang seni, budaya, dan pariwisata.
Bahkan, jumlah seniman, sanggar, pementasan, hingga ragam tarian yang ada di Kabupaten Cirebon jauh melampaui Yogyakarta. “Berdasarkan data, jumlah seniman dan pementasan di Cirebon jauh lebih banyak dibandingkan Yogyakarta. Warisan budaya tak benda juga sangat melimpah, salah satunya batik. Varian batik Cirebon luar biasa banyaknya,” kata pria yang akrab disapa Ari itu saat wawancara dengan Radar Cirebon pada Rabu (23/4/2025).
Baca Juga:Majalengka Lepas Ekspor ke Tiga NegaraTokoh Agama Beri Teladan Pelestarian Alam
Bahkan, sambungnya, motif batik Mega Mendung yang terkenal hingga mancanegara dan telah ditetapkan sebagai brand Jawa Barat, bukan hanya milik Cirebon semata. Selanjutnya, soal kuliner khas Cirebon, juga sangat beragam. “Kalau Yogyakarta punya gudeg, Cirebon punya lebih dari 20 jenis makanan khas seperti Nasi Jamblang, Nasi Lengko, Empal Gentong, Tahu Gejrot, Docang, dan lainnya,” ungkapnya.
Dengan kekayaan budaya yang dimiliki, pihaknya menyambut positif pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menyebut Cirebon berpeluang menjadi Yogyakartanya Jawa Barat.
Namun, lanjut Ari, pernyataan itu harus diiringi dengan kebijakan anggaran, khususnya dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor pariwisata, seni, dan budaya. “Selama ini kebijakan anggaran pengembangan pariwisata di Kabupaten Cirebon tidak begitu mendukung,” tegas Ari.
Ia juga mengapresiasi pimpinan DPRD Kabupaten Cirebon dan Bapemperda yang akan segera mengesahkan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kabupaten (Riparkab). “Insya Allah, jika Riparkab ini sudah disahkan, itu akan menjadi fondasi kami untuk bergerak lebih masif, baik secara strategis maupun teknis,” tegasnya.
Ia menekankan, pengembangan pariwisata tidak bisa hanya dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata saja. Semua perangkat daerah harus terlibat. Bergotong-royong. “Contohnya di kawasan Batik Trusmi. Tidak bisa hanya dikerjakan Disbudpar, tapi juga butuh peran DPUTR, Dishub, DPKPP, Disdagin, Dinas Sosial, hingga Dinas Koperasi dan UKM,” paparnya.