RADARCIREBON.ID – Dalam beberapa hari terakhir, hujan masih mengguyur di sejumlah wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Wilayah Ciayumajakuning, termasuk di Kabupaten Cirebon.
Padahal, seperti diketahui, wilayah Ciayumajakuning telah memasuki awal musim kemarau sejak awal hingga 10 hari kedua di bulan Mei ini. Lantas mengapa masih kerap turun hujan meskipun sudah memasuki musim kemarau?
Berdasarkan data analisis cuaca, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kertajati mengungkapkan bahwa turunnya hujan meski sudah memasuki musim kemarau, disebabkan oleh fenomena bernama hujan konvektif.
Baca Juga:Komisi II Gelar RDP Bersama PAM-TGN, Bahas Permasalahan yang Ada, Hadirkan HMI, Polres Ciko, dan PamaciPatut Dicontoh, SMAN 1 Astanajapura Cirebon Rayakan Kelulusan dengan Menanam Pohon
Hujan konvektif sendiri merupakan respons atmosfer terhadap pemanasan yang tidak merata di permukaan bumi.
“Pemanasan ini mendorong naiknya udara lembab ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi, sehingga terbentuklah awan yang akhirnya mengarah pada turunnya hujan, meskipun cuaca awalnya terik,” ujar Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat Rakhmat Prasetia melalui keterangan tertulisnya, kemarin.
Rakhmat memprakirakan terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan suplai massa uap air yang mendukung pembentukan awan konvektif dan terjadinya hujan di sebagian wilayah Jawa Barat, di antaranya suhu muka laut di sekitar wilayah perairan Indonesia yang relatif hangat.
“Gelombang atmosfer tipe Kelvin dan Equatorial Rossby diprakirakan aktif di sebagian wilayah Jawa Barat,” katanya.
Faktor lainnya, lanjut Rakhmat, yaitu sirkulasi siklonik yang diprakirakan terbentuk di Samudra Hindia Selatan hingga Barat Daya Jawa dan di sekitar Barat Sumatera. Kondisi itu berpeluang membentuk belokan angin di sekitar wilayah Jawa Barat namun tidak persisten sepanjang pekan. Adapun labilitas atmosfer secara umum berada pada kategori labil ringan hingga kuat.
“Menyikapi itu, BMKG merekomendasikan masyarakat dan instansi terkait agar waspada terhadap terjadinya potensi bencana hidrometeorologis atau dampak cuaca ekstrem seperti hujan lebat hingga sangat lebat dalam skala lokal, seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, serta dampak kerusakan lainnya,” pungkas Rakhmat. (awr)