Budayawan: Penetapan Hari Jadi Majalengka Seharusnya 11 Februari

Cuaca Majalengka
Cuaca Majalengka
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Budayawan Kabupaten Majalengka, Rachmat Iskandar atau yang akrab disapa Rais, menyatakan keyakinannya bahwa penetapan Hari Jadi Majalengka yang selama ini dirayakan setiap 7 Juni keliru secara historiografi dan lemah dari sisi dasar keilmuan.

Menurutnya, tanggal 7 Juni 1490 M yang didasarkan pada 10 Muharam sebagai momen spiritual tidak memiliki keterkaitan langsung dengan sejarah lokal Majalengka.

“Saya tetap pada pendirian, bahwa penetapan Hari Jadi Majalengka pada 7 Juni 1490 adalah kesalahan. Sistem penetapannya tidak jelas dasar keilmuannya,” ujar Rais, Rabu, 7 Mei 2025 lalu.

Baca Juga:Polres Indramayu Beri Bantuan Kaki Palsu dan Sembako kepada Warga Penyandang DisabilitasLucky Hakim-Syaefudin Luncurkan 14 Program Percepatan Visi Indramayu Reang, Inilah Poin Lengkapnya

Ia menilai penetapan 10 Muharam sebagai hari penting hanya didasarkan pada keyakinan spiritual yang tidak relevan dengan sejarah Majalengka.

“Tidak ada hubungan langsung antara peristiwa 10 Muharam 1490 M—yang diyakini sebagai hari diangkatnya Nabi Isa ke langit—dengan sejarah Majalengka,” tambahnya.

Rais juga menyoroti kelemahan sumber rujukan yang digunakan, yang menurutnya tidak memenuhi syarat historiografi.

Salah satu lokasi yang kerap dikaitkan dengan sejarah awal Majalengka adalah makam Pangeran Muhammad di Bukit Margatapa.

Tokoh ini dipercaya hidup pada masa Nyi Rambut Kasih, figur legendaris yang sering dikaitkan dengan berdirinya Majalengka.

Namun, keberadaan makam tersebut juga masih menjadi perdebatan.

Sudono, mantan Penilik Kebudayaan yang tinggal di Desa Kasokandel, pernah menemukan serpihan kulit berisi surat pusaka bertanggal 18 Muharam Tahun Jim Akhir 1215 H atau 1794 M, ditandatangani oleh Kyai Raden Imam Hukum, Hakim Kanoman Cirebon.

Surat itu menunjuk Suropuddin, Nurqoim, dan Muhammad Hafidz sebagai juru kunci (sekar dalem) di Keraton Cirebon secara bergilir.

Baca Juga:DPRD Soroti Kinerja Setda Kuningan Masalah Gagal BayarKritik DPRD untuk PDAU Kuningan, Tegas Harus Benahi Pengalolannya

“Yang menarik dari surat resmi di atas kulit kambing itu adalah keterangan bahwa karena ketiganya terlibat konflik dengan warga setempat, Muhammad Hafidz dan Suropuddin mengasingkan diri ke tempat bernama Kaya Tapane Tor—yang dimaknai Sudono sebagai tempat bertapa. Muhammad Hafidz kemudian wafat di tempat yang kini dikenal sebagai Margatapa,” ujar Rais.

Ia juga memaparkan bahwa tonggak berdirinya Majalengka sebagai regentschap (kabupaten) bermula dari runtuhnya Dinasti Talagamanggung pada tahun 1692.

Saat itu, Ratu Tilarnagara dan suaminya, Secanata, harus meninggalkan keraton akibat serangan VOC. Pusat pemerintahan kemudian berpindah ke Jerokaso.

0 Komentar