Pengcab Wushu Kecewa, Desak KONI Kuningan Segera Muskab Luar Biasa

ist
Pengcab Wushu Kuningan mendesak kepengurusan KONI Kuningan periode 2023-2027 segera dibubarkan dan digelar Musyawarah Kabupaten (Muskab) Luar Biasa.
0 Komentar

RADARCIREBON.ID–Suasana panas menyelimuti dunia olahraga Kabupaten Kuningan, khususnya dari cabang olahraga Wushu. Pengcab Wushu Kuningan menyatakan kekecewaannya terhadap sikap KONI Kuningan, yang dinilai tidak memberikan perhatian serius terhadap cabor tersebut.

Kekecewaan ini mencuat setelah pernyataan dari salah satu pengurus KONI Kuningan, yang menyebut bahwa dana sebesar Rp500 juta hanya diperuntukkan bagi cabor yang dianggap berprestasi. Hal ini dianggap menyakitkan oleh para pengurus dan atlet Wushu, yang tengah serius mempersiapkan diri menghadapi BK Porda Jawa Barat 2025.

“Kami jelas kecewa dengan ucapan dari Bendahara KONI yang menyatakan dana hanya untuk cabor berprestasi, padahal Wushu telah menyumbang medali perak dan perunggu dalam dua Porprov terakhir sejak berdiri tahun 2017. Ucapan itu sangat menyakitkan, terlebih saat para atlet tengah digembleng untuk BK,” ujar Solehudin, Ketua Bidang Organisasi Pengcab Wushu Kuningan, Kamis (15/5).

Baca Juga:Di Sidang Tom Lembong, Rachmat Gobel Bilang: Kebijakan Impor Harus Koordinasi dengan Kementerian PerindustrianSelama Sepuluh Hari di Operasi Lodaya, Polda Jabar Bekuk 504 Preman

Solehudin menegaskan, BK Porprov akan digelar pada Oktober mendatang. Oleh karena itu, kebutuhan dana pembinaan menjadi penting agar atlet tetap termotivasi dan bisa tampil maksimal. Ia menyayangkan sikap KONI yang justru menargetkan medali, tetapi tidak memberikan dukungan anggaran yang sesuai.

“Ini jelas kontradiktif. Dalam rapat bersama Binpres KONI Oktober 2024 lalu, mereka menargetkan minimal satu emas dari Wushu. Tapi dukungan nyatanya mana? Kami merasa ditinggalkan,” tegasnya.

Senada, Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan (Diklat) Pengcab Wushu Kuningan Didin Syafarudin, mengungkapkan bahwa banyak atlet Wushu yang kini menempuh pendidikan tinggi di luar kota, seperti di UPI Bandung. Mereka tetap aktif latihan dengan pantauan jarak jauh, namun harus menyewa tempat dan peralatan sendiri.

“Mereka latihan di tempat orang lain, pakai alat orang lain, dan semuanya tentu tidak gratis. Kalau Pengcab tidak punya dana, mereka terpaksa mengeluarkan biaya dari kantong pribadi. Ini menyulitkan kami,” ucap Didin.

Bahkan untuk atlet yang masih berada di Kuningan pun, tidak semuanya berasal dari keluarga mampu. Mereka tetap membutuhkan dukungan biaya untuk menunjang latihan dan kebutuhan dasarnya. Didin menilai, monitoring yang dijanjikan KONI hanya sebatas wacana tanpa tindakan nyata.

0 Komentar