Kebangkitan Nasional Bukan 20 Mei

Ilustrasi
Ilustrasi. Foto: Istimewa.
0 Komentar

Oleh: Slamet Widodo MPdI*

KEBANGKITAN nasional bangsa Indonesia yang diperingati setiap 20 Mei dari waktu ke waktu semakin lama makin kehilangan ruhnya. Hal ini wajar karena titik tolak yang digunakan dalam menentukan momen kebangkitan nasional memang kurang tepat.

Berangkat dari hal itu maka, segenap hal yang terkait dengan thema-thema kebangkitan nasional menjadi luntur jauh dari nilai-nilai juang yang diharapkan oleh para perintis bangsa ini.

BUDI UTOMO ORGANISASI JAWA

Organisasi Budi Utomo (BU) yang berdiri tanggal 20 Mei 1908 sangat ekslusif bila kita cermati rekam jejak sejarah kelahirannya hingga masa ghurub-nya. Betapa tidak, organisasi Budi Utomo hanyalah organisasi untuk kalangan priyayi Jawa semata.

Baca Juga:Tinjau Proses Seleksi PPPK di Bandung, Wakil Bupati Indramayu: Kita Ingin Proses Ini Benar-benar BersihBupati Indramayu Dorong Akselerasi Pembangunan Infrastuktur Jalan Tol Indrajati

Nama Budi Utomo saja sudah tidak mencerminkan semangat Ke-Indonesiaan. Mana mungkin masyarakat Sumatera tahu arti Budi Utomo. Begitu juga saudara-saudara kita di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan sebagainya tidak akan paham arti Budi Utomo.

Di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya, tujuan dibentuknya organisasi Budi Utomo adalah untuk mewujudkan masyarakat mulya di pulau Jawa dan Madura. Bagaimana mungkin organisasi ini layak ditetapkan sebagai penyandang pemersatu Indonesia bila realita sejarah tidak menampakkan semangat ke-Indonesiaan, tapi yang muncul adalah semangat Ke-Jawa-Madura-an.

Karenannya, hal ini perlu kajian lebih jauh bila anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya BU saja seperti itu, yang tentu saja BU tidak mungkin peduli dengan kemuliaan masyarakat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan sebagainya.

Fakta lain bila BU kurang layak sebagai pelopor kebangkitan nasional bangsa Indonesia adalah bahwa , BU hanya menerima anggota dari kalangan priyayi Jawa semata. Artinya walau orang Jawa sekalipun tapi bila kelasnya dari kalangan sudra jangan harap bisa diterima menjadi anggota BU.

Ini artinya, BU telah mng-eklsusifkan dirinya secara sadar, bahwa jika bukan dari Jawa dan Priyayi, jangan harap bisa diterima jadi anggota, apalagi pengurus. Ekslusif, elitis, primordial dan jelas-jelas anti nasionalisme adalah gambaran potret BU kala awal didirikan oleh dokter Soetomo dan kawan-kawannya dari Jawa.

0 Komentar