“Per 9 Mei, Pak Beni menjabat Plh, bukan lagi Pj Sekda,” tambah Uha.
Namun, penunjukan Beni sebagai Plh dianggap bermasalah karena Plh seharusnya ditunjuk untuk menggantikan pejabat yang ada, sementara dalam konteks ini, jabatan sekda sedang kosong.
“Seharusnya yang bersangkutan diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt), bukan Plh. Ini mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan dan kesan ketidaksiapan dalam mengelola birokrasi,” kritiknya.
Baca Juga:Melihat Langsung Puja Puji dan Telapak Kaki Raja Purnawarman di Prasasti CiaruteunMau Ikut? Ada Sekolah Relasi Suami Istri, Terutama bagi Pasangan Muda
Uha menekankan pentingnya pengisian jabatan sekda secara definitif untuk menjamin kelangsungan administrasi pemerintahan dan kelancaran operasional organisasi.
Bupati, menurutnya, harus segera bertindak, apa pun risikonya.
Selain itu, kekosongan juga terjadi di berbagai jabatan eselon II, III, dan IV, yang semakin memperparah kondisi birokrasi.
Penunjukan sekda definitif akan memberikan dukungan besar bagi bupati dan wakil bupati terpilih untuk menjalankan program-program prioritas, termasuk penyusunan dan pelaksanaan APBD 2025, demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kuningan.
Pengisian jabatan sekda didasarkan pada regulasi yang berlaku, yaitu Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018.
Selain itu, ada juga Surat Edaran KASN Nomor 2 Tahun 2024 yang menginstruksikan seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian di pusat dan daerah untuk segera mengisi posisi JPT yang kosong, guna menjamin efektivitas pelayanan publik dan penerapan sistem merit dalam birokrasi.
Dengan dasar hukum yang jelas, sudah saatnya diambil langkah konkret untuk mengisi kekosongan sekda secara profesional, tanpa campur tangan kepentingan politik.
Pemerintahan harus dijalankan secara profesional demi kepentingan rakyat. Inilah saat yang tepat bagi pemimpin untuk menunjukkan sikap kenegarawanan. (ags)