Di tempat yang sama, Budayawan Cirebon bernama Akbarudin Sucipto menjelaskan, ruwatan adalah salah satu adat atau tradisi masyarakat, atau sebuah iktiar orang dewasa untuk menjaga kesempurnaan dalam hidup.
“Artinya seluruh apa yang terjadi bagi kita sebagai manusia, sudah takdir dari yang berkuasa. Tetapi kemudian ketika menjalani takdir, terkadang manusia memiliki tafsir dan memiliki persepsi yang berbeda.”
“Sehingga ruwatan ini, adalah ikhtiar dari para sepuh dan orang tua di masalalu untuk berusaha menjaga kesempurnaan dari para anak cucunya,” terangnya.
Baca Juga:Kopi Gunung Aci, Kopi dari Pedalaman Kabupaten Kuningan, Asamnya Lebih BerasaKDM: Rendahnya Investasi di Kawasan Rebana karena Minimnya Pembangunan Infrastruktur
Katanya, apa yang dilakukan oleh para sesepuh terdahulu, dengan ruwatan, itu lebih mengedepankan prasangka baik. Bahwa ketika Tuhan menciptakan makhluknya itu sudah pada posisi yang terbaik. Tetapi terkadang manusia punya kacamata dan punya persepsi yang berbeda.
“Jadi mempertemukan energi ketuhanan dengan hal-hal yang positif dan normatif, itulah maka kemudian ruwatan lahir dalam masyarakat kita,” terangnya.
Adapun adanya tontonan seperti wayang kulit, topeng kelana, dan kidung adalah sebuah media untuk menyampaikan pesan tentang kehidupan.
“Tontonan ini, bagi saya itu hanyalah media. Media dalam melakukan transformasi ataupun menyampaikan pesan dan sebagainya,” tandasnya.