Oleh: Abdul Rozak*
DI dunia yang serba digital ini, tulisan tangan seolah menjadi benda purba. Namun, bagi Anna Sabandina, seorang dosen yang sudah puluhan tahun mengajar, tulisan tangan mahasiswa bukan sekadar soal kerapian. Ia adalah jendela untuk membaca pikiran. Maka ketika lembar jawaban ujian tak terbaca, bukan hanya huruf yang hilang—melainkan juga nalar, proses, dan kejujuran akademik.
Anna Sabandina menatap lembar jawaban mahasiswa. Dia menatap dan hanya bisa menatap. Dia tidak bisa membaca tulisan mahasiswa. Ini lembar jawaban mahasiswa yang kesepuluh. Pada saat membaca lembar jawaban pertama, dia menduga hanya sebuah yang sulit dibaca. Dia menyimpan lembar yang tidak terbaca. Dia melanjutkan membaca lembar jawaban berikutnya dan ternyata hanya 5 buah dari 30 buah lembar jawaban yang terbaca.
Anna tidak bisa membaca pikiran mahasiswa. Dia tidak memahami apa yang disampaikan mahasiswanya. Tulisan mereka tidak terbaca. Padahal tulisan adalah jalan membaca pikiran seseorang. Anna berkepentingan memahami pikiran mahasiswanya. Dia harus mengetahui jalan pikiran mahasiswa setelah mereka mengikuti perkuliahan.
Baca Juga:Penderita HIV/AIDS di Wilayah Puskesmas Munjul MeningkatBupati Serahkan Alsintan, Dukung Ketahanan Pangan Nasional
Dia harus membaca pikiran mahasiswa. Dia tidak dapat menyimpulkan pikiran mahasiswa karena kekurangan data. Proses perkuliahan yang sebenarnya adalah proses berpikir. Seperti apakah mahasiswa menggunakan pikirannya?
Anna sebenarnya telah menduga sebelum memberlakukan tes tertulis dengan mengharuskan mahasiswa menggunakan tulis tangan. Sejak perkuliahan pada masa digital semua aktivitas akademik “dikuasai” aplikasi. Mahasiswa “dibiasakan” dengan dunia digital. Mereka terarahkan membaca e-book.
Mahasiswa diminta membaca artikel ilmiah dengan mengunduh dari jurnal daring. Mereka selalu mengerjakan tugas dengan menggunakan komputer atau laptop. Catatan perkuliahan juga mereka simpan di telepon pintar. Mereka sangat jarang menggunakan tangan untuk menulis. Hanya beberapa mahasiswa yang mencatat.
Pada umumnya mahasiswa sering memfoto tulisan dosen yang terdapat pada papan tulis. Uraian dosen tentang materi kuliah direkam. Mereka memilih cara yang memudahkan. Perilaku mereka sesungguhnya tidak akan mencerdaskan.
Proses perkuliahan pada masa digital menghilangkan peralihan dari tulisan ke proses baca, kemudian pengendapan dalam pikiran dan dialihkan ke tulisan latin yang tercatat pada buku tulis. Proses ini sangat penting. Rintangannya sangat banyak. Interaksi mahasiswa di kelas merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran.