Tradisi Ruwatan di Cirebon yang Masih Lestari, Doa Nenek untuk Masa Depan Cucu-Cucunya

Tari topeng kelana
LESTARIKAN TRADISI: Pertunjukan wayang kulit, tari topeng kelana, dan kidung dalam acara ruwatan keluarga Indrawati Giok. FOTO: CECEP NACEPI/RADAR CIREBON
0 Komentar

Hadir dalam acara tersebut, budayawan Cirebon, Akbarudin Sucipto, memberikan pandangan filosofis tentang makna ruwatan.

Menurutnya, ruwatan adalah wujud ikhtiar orang tua dan para leluhur untuk menjaga harmoni hidup anak cucunya.

“Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup adalah takdir Tuhan. Tapi manusia kerap kali memberi makna sendiri atas takdir itu. Ruwatan hadir sebagai jembatan antara harapan manusia dan kehendak Tuhan,” ungkapnya.

Baca Juga:Bayar Pajak Bentuk Kontribusi Nyata dalam Membangunan Kota SDIT Al Falah Kota Cirebon Gelar Tasmi’ul Quran

Ia menjelaskan bahwa tontonan seperti wayang, kidung, dan topeng kelana hanyalah media penyampai pesan kehidupan—tentang baik dan buruk, tentang naik dan turun, tentang terang dan gelap.

“Tradisi ini mempertemukan energi ketuhanan dengan nilai-nilai positif. Dari situlah lahir ruwatan, bukan sekadar pertunjukan, tetapi peristiwa budaya yang penuh makna,” tambahnya.

Malam pun kian larut. Gamelan tetap mengalun, anak-anak tertidur di pangkuan ibu mereka, dan di sudut ruangan, Indrawati duduk tenang.

Ia telah menunaikan tugasnya sebagai penjaga tradisi, sebagai ibu, sebagai nenek.

Baginya, ruwatan adalah bahasa cinta yang paling dalam—yang tidak diucapkan, tetapi dipanjatkan dalam doa dan dinyanyikan dalam kidung.

“Semoga mereka tumbuh menjadi anak-anak yang baik, penuh cinta kasih, berguna bagi masyarakat, bangsa, dan sesama,” tuturnya, menutup malam dengan harapan yang tak pernah padam. (cep)

0 Komentar