Hasilnya? Kalau kata testimoni dan rilis resmi sih, spektakuler! Para alumni angkatan pertama (sekitar 273 siswa, mayoritas dari Bogor dan Purwakarta) diklaim berubah drastis.
Puncaknya, mereka jadi petugas upacara Hari Kebangkitan Nasional. Yang dulu mungkin ahli strategi tawuran, kini gagah jadi pengibar bendera. Momen perpisahan dengan orang tua?
Jangan ditanya. Banjir air mata, sujud syukur, pelukan erat, bahkan ada ibu yang pingsan saking terharunya. KDM sendiri sampai tak kuasa menahan tangis dan langsung me-rebranding para lulusan ini: “Kalian bukan anak nakal, tapi anak hebat!”
Baca Juga:Kalahkan Jerman, Portugal ke Final, Ronaldo Jadi Penentu KemenanganGunung Kuda Tetap Digali, Walau Sudah 5 Kali Longsor, Ada Pelanggaran Metode Penambangan
Namanya juga cerita, selalu ada “tapi”-nya. Kang DM sendiri, di balik keharuannya, ternyata “ketakutan” kalau anak-anak didiknya ini kumat lagi begitu balik ke habitat asli.
Solusinya? Buat yang nggak dijemput atau kondisi keluarganya dianggap rawan, langsung “dilarang pulang” dan diangkat jadi anak asuh pribadi Gubernur, lengkap dengan fasilitas tinggal di Gedung Pakuan dan beasiswa sampai kuliah. Sebuah paket “pasca-barak” yang sungguh totalitas.
Ini memicu bisik-bisik: kalau memang 18 hari sudah cukup sakti, kenapa masih ada “paket retensi” segala? Apa jangan-jangan “garansi anti-nakal”-nya cuma berlaku selama di area barak?
Para kritikus pun tak tinggal diam. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), misalnya, mendesak program ini dihentikan karena dianggap “tidak memiliki dasar pedagogis dan psikologis yang jelas” dan “berpotensi melanggar hak anak.”
Pengamat macam Rocky Gerung juga nyeletuk kalau ngirim anak ke barak itu “dangkal.” Bahkan Gubernur Lemhannas punya pendapat beda soal penanganan anak nakal.
Uniknya, Kak Seto dari LPAI, yang biasanya jadi garda terdepan pembela hak anak dengan pendekatan lembut, kali ini punya sikap yang agak… ambigu. Beliau mengapresiasi, ikut terharu sampai nangis, dan bilang program ini “langkah gemilang” yang bisa jadi gerakan nasional.
Tapi, dengan catatan tebal: perlu dievaluasi total oleh pihak luar sampai tuntas! Sebuah permintaan yang kalau dianalogikan kayak bilang, “Ini makanannya enak banget, tapi tolong cek dulu ya ke lab, ada sianidanya nggak.”
Baca Juga:Musibah Gunung Kuda Jadi Sorotan Media AS, Kutip Pernyataan KDMKasus Covid 19 di Asia Naik, Indonesia Justru Turun, Para Ahli pun Ragu
Digeplak KPAI soal program barak militer yang katanya bisa melanggar hak anak (karena nggak pake surat sakti dari psikolog), Kang Dedi Mulyadi nggak gentar. Dengan senyum khas pejabat yang sudah khatam drama, beliau bilang, “Makasih lho, KPAI, atas masukannya.”