RADARCIREBON.ID – Ternyata bukan hanya akhir-akhir ini saja teror binatang buas mengancam salah satu desa di pedalaman Kabupaten Kuningan ini.
Sejak berdiri, desa yang lokasinya berada di tapal batas antara Kabupaten Kuningan dan Ciamis ini, sering didatangi binatang buas.
Nah, teror bintang buas, seperti harimau dan macan tersebut, terdapat dalam deskripsi sejarah Desa Selajambe. Salah satu desa yang berada di pedalaman Kabupaten Kuningan tersebut.
Baca Juga:Kalahkan Jerman, Portugal ke Final, Ronaldo Jadi Penentu KemenanganGunung Kuda Tetap Digali, Walau Sudah 5 Kali Longsor, Ada Pelanggaran Metode Penambangan
Dalam sejarah desa itu disebutkan, Selajambe mulanya bernama Cidadap. Desa itu dulu beribukota di Cilimus.
Lokasi pusat desa itu berada di kaki gunung yang dikelilingi hutan belantara. Berada di sebelah utara Cijolang, sungai yang menjadi batas antara Kuningan dan Ciamis.
Dalam sejarah desa itu disebutkan, Cidadap didirikan pada tahun 1789. Desa itu dipimpin oleh seorang wanita yang menjadi kepala desa.
Hanya saja, tidak dijelaskan nama kepala desa wanita itu. Dia sebagai kepala desa dibantu oleh para Lelugu Kampung dan seorang Kabayan.
Kepala desa pertama itu sangat baik dan supel. Dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Bahkan tidak terpaku terhadap peraturan pemerintahan penjajah Belanda.
Mata pencaharian masyarakat pada waktu itu bercocok tanam atau bertani. Padi merupakan tanaman utamanya. Baik itu padi sawah dan padi huma. Selain padi, ketika itu warga juga menanam umbi-umbian.
Sistemnya bertani mereka tidak menetap atau berpindah-pindah tempat. Jika tanah-tanah garapan tersebut sudah kurang subur, mereka meninggalkannya. Kemudian mencari lagi tanah masih subur.
Baca Juga:Musibah Gunung Kuda Jadi Sorotan Media AS, Kutip Pernyataan KDMKasus Covid 19 di Asia Naik, Indonesia Justru Turun, Para Ahli pun RaguÂ
Dilihat dari sisi bangunan rumah, baik milik masyarakat atau pemerintahan, terbuat dari kayu dan bambu. Alang-alang dan ijuk sebagai atapnya.
Model bangunan sangat kasar. Bahannya tebal tanpa ukiran. Potongannya pun sederhana. Namun bangunan cukup kuat dan tahap lama.
Sejak berdiri, penduduk desa itu sudah menganut agama Islam. Namun masih banyak yang mempertahankan tradisi dan kepercayaan sebelumnya.
Desa ini dulu juga sudah memiliki kesenian tradisional. Misalnya kesenian rakyat “Dog-Dog” untuk hiburan ngareog. Kesenian ini sering dipentaskan pada acara khitanan dan pernikahan.
Selain itu juga sudah mengenal seni genjring. Biasanya dipentaskan pada bulan Mulud. Tempatnya tempatnya di mesjid dan langgar-langgar.