Sebagai langkah lanjut, APPBI dan YBJB berencana menyelenggarakan Pameran Batik AI pada bulan Agustus 2025 di Bandung. Kegiatan itu sekaligus akan menjadi ajang peluncuran buku: “Revolusi Batik AI” karya Dr Komarudin Kudiya.
Buku ini merangkum gagasan, proses, serta refleksi budaya dari hasil interaksi kreatif antara manusia dan teknologi dalam dunia perbatikan. Dalam buku tersebut, dijelaskan pula bagaimana teknologi AI dapat menjadi katalis untuk regenerasi industri batik yang saat ini menghadapi tantangan serius.
Tantangan-tantangan itu dalam hal sumber daya manusia, stagnasi inovasi desain, serta kompetisi dari produk tiruan bermotif batik yang diproduksi secara massal.
Baca Juga:Kalahkan Jerman, Portugal ke Final, Ronaldo Jadi Penentu KemenanganGunung Kuda Tetap Digali, Walau Sudah 5 Kali Longsor, Ada Pelanggaran Metode Penambangan
Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) menyambut baik sinergi ini. Yayasan itu berharap bahwa Kampung Batik AI akan menjadi role model nasional.
“Kami ingin setiap kota atau daerah memiliki pusat inovasi batik digital berbasis komunitas. Tidak sekadar ikut tren, tetapi memiliki orientasi pelestarian budaya yang kuat,” ujar perwakilan YBJB.
P3BC, sebagai bagian integral dalam kegiatan ini, berkomitmen untuk mengembangkan program pelatihan lanjutan dan pendampingan teknis kepada para perajin.
Dengan demikian, Kampung Batik AI akan terus berfungsi sebagai laboratorium sosial bagi pengembangan batik berbasis teknologi dan budaya.
Kegiatan ini ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama antara APPBI, YBJB, P3BC, dan perwakilan dinas pemerintah daerah. Komitmen ini menjadi dasar kerja sama jangka panjang untuk pengembangan ekosistem batik yang adaptif, inklusif, dan berbasis digital.
Dengan pembentukan Kampung Batik AI, Cirebon tidak hanya menunjukkan posisinya sebagai pusat budaya batik, tetapi juga sebagai pelopor integrasi teknologi dalam pelestarian budaya. Inilah langkah kecil yang diharapkan menjadi lompatan besar bagi masa depan industri batik Indonesia.