Normalisasi Kemiskinan Sosial

Manusia silver
Manusia silver di salah satu titik di Kota Cirebon. Foto: Seno-Radar Cirebon. Foto: Dokumen Radar Cirebon
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Manusia silver dan pengemis jalanan sebagai fenomena sosial yang kembali marak di sejumlah persimpangan jalan. Mereka umumnya berusia remaja dan anak-anak yang rela berdiri di bawah terik matahari dengan tubuh dilumuri cat silver. Bermodalkan kardus, kantong atau wadah plastik mereka mendatangi pengendara dengan harapan mendapat recehan rupiah karena rasa iba. Aksi ini bukan sekadar pertunjukan jalanan, melainkan cermin buram kompleksnya persoalan kebijakan publik, komunikasi sosial dan dinamika budaya urban.

Oleh: Achmad Salim*

*Penulis adalah Ketua Qohuwa Buntet Pesantren Cirebon

Penertiban aksi manusia silver oleh Satpol PP beberapa hari lalu, sempat memicu ketegangan. Perlawanan ini terjadi bukan sekedar soal penolakan terhadap aturan, tetapi juga protes atas kebijakan yang dianggap tidak menyentuh akar masalah.

Bagi mereka, apa yang dilakukan bukanlah sebuah tindak kriminal. Anggapan seperti ini jelas tidak akan menyelesaikan persoalan melalui metode penertiban. Penegakan perda memang bertujuan menjaga ketertiban umum oleh Satpol PP dan itu menjadi kewajiban setiap pemerintah kota.

Baca Juga:Pemerintah Kota Cirebon  Komitmen Wujudkan Pelayanan PrimaKemenhub dan Otoritas Bandara Taif Bahas Penggunaan Bandara untuk Jamaah Haji dan Umrah Indonesia

Namun metode penertiban dilakukan dengan pendekatan represi, berpotensi memunculkan perlawanan, penolakan, ataupun traumatis mereka yang umumnya anak-anak dan remaja.

BENTUK NORMALISASI KEMISKINAN

Selama ini, sering terdengar jika pemerintah kota selalu mengambil langkah penertiban atas setiap problem sosial masyarakat seperti anak jalanan, pengamen, pengemis termasuk manusia silver. Namun, ada baiknya jika setiap penertiban hendaknya diawali dengan pendekatan kebijakan berbasis data.

Dalam artian, sebelum menertibkan pemerintah kota perlu memahami mengapa manusia silver tetap eksis. Apakah karena persoalan kemiskinan, kurangnya lapangan kerja, atau eksploitasi anak? Viralnya lowongan kerja manusia silver minimal berijazah SMP di media sosial mungkin sekedar parodi, namun menggambarkan betapa persoalan ekonomi dan pengangguran remaja adalah masalah nyata.

Selanjutnya soal inkonsistensinya penegakan hukum. Manusia silver kerap ‘selalu’ dibiarkan beroperasi diawal sampai kemudian tiba-tiba ditertibkan saat ada operasi atau keluhan warga. Ini menciptakan persepsi bahwa hukum hanya bersifat temporer, bukan solusi permanen.

Fenomena manusia silver memperlihatkan bagaimana komunikasi sosial bekerja dalam masyarakat urban. Cat silver bukan sekadar kostum, tapi simbol yang sengaja dibangun demi menarik perhatian dan simpati.

0 Komentar