Warna silver yang mencolok menjadi strategi komunikasi non-verbal untuk ‘memaksa’ pengendara memberi uang. Sama seperti pengemis yang membawa anak bayi ataupun berpura-pura cacat dalam setiap aksinya, manusia silver pun demikian. Mereka berusaha mengesploitasi emosi, rasa iba, haru, kasihan dari para pengendara agar memberi uang, karena melihat anak-anak berkulit silver di terik matahari.
Di level budaya, manusia silver adalah produk dari normalisasi kemiskinan dan budaya instan di perkotaan.Aksi manusia silver seolah mengubah kemiskinan menjadi pertunjukan. Cat silver membuat mereka terlihat ‘beda’ sehingga mudah dikenali, tapi juga mengaburkan fakta bahwa ini adalah bentuk pemaksaan anak-anak ke jalanan. Pemberian uang receh oleh pengendara mencerminkan budaya sedekah instan tanpa pertimbangan dampak jangka panjang. Masyarakat merasa telah berbuat baik, tapi tidak sadar bahwa mereka turut melanggengkan siklus eksploitasi.
Dominasi anak-anak dan remaja dalam aksi manusia silver menunjukkan bagaimana mereka dijadikan alat ekonomi keluarga ataupun alat eksploitasi orang dewasa. Hal ini menunjukkan bentuk kegagalan perlindungan anak dan pendidikan.
Baca Juga:Pemerintah Kota Cirebon Komitmen Wujudkan Pelayanan PrimaKemenhub dan Otoritas Bandara Taif Bahas Penggunaan Bandara untuk Jamaah Haji dan Umrah Indonesia
PENDEKATAN HUMANIS DAN HOLISTIK
Memberikan pelatihan keterampilan dan akses modal bagi remaja pengangguran. Memetakan keluarga manusia silver untuk dibantu melalui program sosial. Melibatkan komunitas lokal dalam pendampingan adalah bentuk pendekatan humanis dan holistic pemerintah yang perlu ditempuh. Program edukasi masyarakat lewat kampanye kasadaran publik agar tidak memberi uang langsung, tapi mendorong donasi melalui lembaga resmi bisa dilakukan.
Bersinergi dengan media massa, kampus, LSM, dan pemerhati anak untuk mengangkat isu ini sebagai persoalan struktural, bukan sekadar fenomena viral. Setelah semua itu dilakukan, barulah langkah penegakan hukum yang konsisten diterapkan. Menindak tegas pihak yang merekrut anak-anak sebagai manusia silver jika ada unsur eksploitasi.
Kemudian memperkuat pengawasan di sejumlah titik rawan.
Keberadaan manusia silver dipandang bukan sekadar gangguan ketertiban, melainkan potensi lemahnya sebuah kebijakan, komunikasi dan budaya kita dalam menyikapi kemiskinan. Manusia silver merupakan cermin yang memantulkan kesenjangan dan ketidakadilan sosial, eksploitasi anak dan kegagapan masyarakat urban menghadapi