Pembangkit Fosil Belum Tamat, Masih Masuk Dalam RUPTL PLN, IESR Beri Catatan

PLN Hari Kartini
JADI CONTOH: Sosok inspiratif seperti Annisa Azizzah, jadi representasi Kartini Masa Kini yang siap siaga berada di garda terdepan transmisi energi listrik. --FOTO: PLN FOR RADAR CIREBON--
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti terbitnya RUPTL atau Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Perusahaan Listrik Negara (PLN).

RUPTL ini merupakan rencana strategis jangka menengah yang disusun oleh PT PLN (Persero). Tujuannya untuk mengatur penyediaan dan pengembangan sistem tenaga listrik nasional.

RUPTL menjadi acuan bagi PLN dalam perencanaan pembangunan pembangkit, transmisi, distribusi, dan infrastruktur ketenagalistrikan lainnya. Juga dalam membuka peluang investasi swasta di sektor ketenagalistrikan

Baca Juga:Perang Israel vs Iran Untungkan Timnas Indonesia, Putaran 4 Piala Dunia Zona Asia Pindah ke Tempat Netral?Mossad Sejak Lama Bobol Iran, Apakah Amerika Ada di Belakang Israel?

Kementerian ESDM telah mengesahkan RUPTL PLN 2025–2034. Rencana ini mencantumkan 61% kapasitas pembangkit dari energi terbarukan dan 15% dari sistem penyimpanan energi. Namun, pembangkit fosil masih masuk dalam rencana.

IESR menyambut baik peningkatan porsi EBT dalam RUPTL ini. Terutama energi surya yang dominan (17,1 GW), diikuti air (11,7 GW), angin (7,2 GW), panas bumi (5,2 GW), dan bioenergi (0,9 GW).

Tapi, ada catatan penting yang tak boleh diabaikan. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, mengingatkan bahwa target pembangkit EBT di RUPTL (42,6 GW) lebih rendah dari komitmen JETP (56 GW pada 2030). Ini tak cukup untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C, seperti target Paris Agreement.

Fabby juga menyoroti lemahnya eksekusi RUPTL sebelumnya. Dari target 10 GW pembangkit baru sampai 2025, baru 1,6 GW yang beroperasi.

Hambatan utama adalah lelang pembangkit EBT yang lambat dan proses negosiasi PPA yang bertele-tele.

RUPTL ini masih memuat pembangunan 6,2 GW PLTU batu bara, termasuk 2,8 GW yang masih beroperasi pasca 2030. Tidak konsisten dengan target NZE 2060 dan Perpres 112/2022 yang mengharuskan PLTU selesai di 2050.

Gas tetap diandalkan: 10,3 GW kapasitas direncanakan. Padahal pasokan gas PLN saat ini sudah bermasalah.

Baca Juga:Mossad Sejak Lama Bobol Iran, Apakah Amerika Ada di Belakang Israel?Satu Orang Dua Topi, Cara Vietnam Lakukan Efisiensi Ekstrem

Jika konsumsi naik 2–3 kali lipat, krisis pasokan bisa mengancam. Energi terbarukan justru pilihan yang lebih aman dan berbiaya lebih stabil.

Dibutuhkan dukungan kebijakan agar target tercapai. Di antaranya soal penyesuaian regulasi dan tarif proyek dan Mekanisme lelang yang terjadwal dan transparan.

Selain itu soal penguatan kapasitas PLN. Juga percepatan akses terhadap pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT).

IESR juga mengidentifikasi 333 GW potensi EBT yang layak finansial. Sekitar 60% punya EIRR lebih besar 10% dengan tarif Perpres 112/2022. Potensi besar ini bisa menarik investasi jika ada kepastian kebijakan dan peran swasta difasilitasi.

0 Komentar