Wajah Buram Kota Kita

wajah kota
Illustrasi wajah Kota Cirebon. Foto: Dokumen Radar Cirebon
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Kota Cirebon yang digadang-gadang sebagai kota metropolitan di pesisir utara Jawa Barat, menyimpan wajah buram yang bertolak belakang dari citra modern yang ingin ditampilkan.

Di balik gemerlap mal, hotel, dan pusat pemerintahan, masih banyak ditemukan potret kekumuhan yang memprihatinkan — mulai dari bangunan liar, kawasan pesisir yang kotor, hingga rumah-rumah tidak layak huni yang luput dari perhatian.

Hanya sekitar 1,2 kilometer dari Balai Kota Cirebon dan 2,6 kilometer dari pusat perbelanjaan terbesar, CSB Mall, keberadaan tunawisma, pengepul barang bekas, dan pemukiman liar di tepi Jalan Kalibaru Selatan seolah menjadi ironi.

Baca Juga:Siswa Harus Paham Hukum Sejak DiniPengawasan SPMB 2025 Diperketat

Mereka menempati lahan kosong di dekat sungai, bukan untuk sementara, tetapi untuk tinggal secara permanen.

Kondisi memprihatinkan juga tampak di Pasar Induk Jagasatru. Lorong-lorong pasar tampak kusam, lantai kotor, dan sampah berserakan.

Di kawasan Taman Kebumen, Gedung Bundar terbengkalai, penuh sampah dan pakaian bekas tanpa pemilik yang jelas. Kawasan ini yang seharusnya menjadi ruang publik yang bersih dan nyaman, justru berubah menjadi titik kumuh yang tak terurus.

*Pesisir yang Kotor dan Terlupakan

Tak kalah memprihatinkan, kekumuhan juga merajalela di kawasan pesisir. Di Muara Sukalila, Kelurahan Panjunan, air laut bercampur solar dan sampah plastik.

Di sela-sela perahu nelayan, terlihat limbah organik dan nonorganik yang berasal dari pasar dan permukiman di tengah kota.

“Muara Sukalila dari dulu seperti ini, lumpur dan sampah menumpuk. Sampah dari kota dibuang sembarangan ke sungai, akhirnya larinya ke sini,” ungkap Sanusi, seorang nelayan setempat.

Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang dicanangkan di wilayah tersebut justru dianggap gagal oleh warga.

Baca Juga:Dua Pangkalan Gas Oplosan di Kesambi dan Lemahwungkuk DigerebekArisan Lelang Tipu Puluhan Orang

Penataan yang dilakukan tidak menyelesaikan masalah. Bangunan tak terpelihara, tidak ada ruang berteduh bagi nelayan, bahkan saluran air yang dibangun dianggap tidak berfungsi.

Hal serupa juga terjadi di pesisir Kelurahan Lemahwungkuk, di mana bibir pantai justru menjadi tempat pembuangan sampah.

Anak-anak terlihat bermain layang-layang di atas tumpukan sampah yang sudah bertahun-tahun menggunung.

“Rumah saya dulunya juga tempat pembuangan sampah. Sekarang pindah ke dekat pantai. Warga buang sampah di sana karena tidak tahu harus buang ke mana, TPS saja tidak tahu di mana,” kata Ida, warga setempat.

0 Komentar