Karena Putusan MK, Komisi II DPR RI Buka Opsi Tambah Jabatan DPRD

putusan mk buka opsi tambah jabatan dprd
 Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizami Karsayuda. Foto: istimewa-radar cirebon.
0 Komentar

Legislator dari Fraksi Partai Demokrat ini mengatakan bahwa Komisi II sebelumnya sempat mengkaji format pemilu seperti yang diputuskan MK saat ini. “Memang sebetulnya, masalah soal format kita sebut rezim pemilu nasional dan pemilu daerah ini, memang sudah kita diskusikan di Komisi II, saya sendiri juga pernah mengusulkan sebaiknya lebih dari 1,5 tahun, 2 sampai 2,5 tahun. Dan ini mungkin sesuai dengan apa yang disampaikan hasil keputusan MK,” tandasnya.

Sementara itu, pemisahan pemilu nasional dan daerah diharapkan bisa membuat otonomi daerah semakin kuat. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti. Menurutnya, dengan adanya putusan ini, maka pemerintah daerah bisa fokus membangun daerahnya.

“Putusan MK ini juga membuat otonomi daerah makin kuat. Satu putusan penting untuk menguatkan posisi desentralisasi saat di mana pemerintah pusat memiliki kecenderungan kuat untuk melakukan sentralisasi,” kata Ray Rangkuti kepada wartawan, Jumat, 27 Juni 2025.

Baca Juga:Tema Cirebon Mayungi lan Nyumponi, Kang Akbar: Tak Relevan dengan Kondisi Hari IniSPMB Tingkat SMP di Kota Cirebon, Perdana tanpa Kendala, Bisa Diakses Mulai Jam 8 Pagi

Menurutnya, dengan adanya putusan tersebut maka posisi kewenangan pemerintah daerah diperkuat dan diperjelas lagi oleh MK bukan bagian struktural dari pemerintah pusat. “Ia mandiri dengan kewenangan yang telah disematkan oleh UU Otonomi Daerah,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Ray Rangkuti, pemisahan ini juga akan dapat memisahkan isu nasional dan lokal. Sebelumnya, format pemilu serentak versi lama menenggelamkan isu-isu lokal. “Semuanya terpusat pada pilpres. Dan hasil pilpres juga mempengaruhi pilihan pemilih. Dengan dipisah, diharapkan isu lokal bukan lagi sekadar isu sertaan. Tapi isu mandiri dan focus,” tutupnya.

Seperti diketahui, putusan MK itu atas gugatan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024. MK memutuskan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

0 Komentar