Pidato Hari Jadi Cirebon, KDM Minta Tidak Malu Jalankan Ajaran Leluhur, Contohnya Bali dan Jogjakarta

pidato kdm hari jadi cirebon
Pidato Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi di Hari Jadi Cirebon.
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) meminta agar masyarakat Cirebon tidak malu dan mau mengadaptasi ajaran leluhur.

Hal tersebut disampaikan Kang Dedi Mulyadi saat pidato Hari Jadi ke-598 Kota Cirebon di Gedung DPRD.

“Desain arsitektur di Cirebon. Kalau saya amati, mulai dari tajug yang dititipkan Sunan Gunung Jati. Desain arsitekturnya luar biasa. Saya melihat hamparan gapura saja indah,” kata Dedi Mulyadi, Sabtu, 28, Juni 2025.

Baca Juga:Bocoran dari Pentagon: Rudal Hipersonik China bisa Hancurkan AS dalam 30 MenitItuMuharram jadi Bulan Berkabung bagi Iran, Ada Tazieh hingga Nakhl Gardani, Peringati Tragedi Karbala

Tidak hanya arsitektur bangunan, Sunan Gunung Jati menitipkan cuma dua. Tajug lan fakir miskin.

Kemudian mengajarkan mengenai lingkungan. Hal tersebut juga tercermin dari kuliner Cirebon yang sesungguhnya mengadaptasi hal tersebut.

“(Cirebon) Makanannya bernilai tinggi, karena tidak mengambil basic pabrikan. Dia hanya cukup menggunakan daun jati. Lahirnya Nasi Jamblang,” tuturnya.

Artinya, kata dia. keyakinan pada lingkungan telah melahirkan fundamen ekonomi.

Contohnya yang bisa diambil diantaranya adalah Bali dan Jogjakarta. Masyarakat berhasil mengadaptasi dirinya.

“Dia tidak malu menjalankan ajaran leluhurnya. Pertanyaannya apakah orang Jogja yang begitu kuat terhadap leluhurnya, tidak ngerti sains? Tidak. ITB itu lulusannya kebanyakan dari Jawa Tengah,” bebernya.

KDM bercerita ketika dirinya masih menjadi anggota DPR RI. Suatu ketika, dirinya bertemu masyarakat miskin di Kebumen.

“Dlu saya keliling waktu jadi anggota DPR. Saya ketemu seorang ibu yang sedang mencari rumput. Saya diajak ke rumahnya dan di sana ada 3 ekor sapi,” tuturnya.

Baca Juga:Ayatollah Khomeini: Trump Mulut Besar dan Biasa BerbohongTutup Selat Hormuz, Picu Perang Dunia ke-3, Indonesia Sangat Terganggu 

Sapi yang dipelihara itu, ternyata untuk dijual. Yang pertama untuk biaya anak pertama yang sudah semester 7 di ITB.

Kemudian 1 sapi lagi akan dijual untuk anak yang kedua, karena akan masuk juga ke ITB.

“Itu yang dilakukan orang Jawa, orang Bali,” tegasnya.

Menurut dia, contoh seperti itu patut ditiru.

0 Komentar