Dodi Pertahankan Seni Ukir Kayu Cirebon: Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi?

seni ukir kayu cirebon
Dodi, Warga Desa Suranenggala Lor, Kecamatan Suranenggala, memberikan pendidikan seni pahat kepada anak-anak, Senin (30/6/2025). Foto: samsul huda-radar cirebon.
0 Komentar

RADARCIREBON.ID- Jejak seni ukir kayu di Kabupaten Cirebon mulai memudar. Kecintaan terhadap warisan leluhur pun kian dilupakan generasi muda. Arus modernisasi mengubah segalanya. Serba mesin.

Dan, Dodi tak mau warisan ukir kayu ini punah. Warga Desa Suranenggala Lor, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, itu mendirikan komunitas Ukir Bedulan. Ia mengajarkan seni pahat. Yang dulu menjadi bagian penting kehidupan masyarakat Cirebon. Dari ornament rumah, furniture, topeng, hingga wayang.

Semuanya merepresentasikan kekayaan budaya lokal. Di komunitas Ukir Bedulan, siapapun boleh belajar. Tanpa batas usia. Kepedulian terhadap seni ukir ini ia lakoni selama lima tahun terakhir. Tenaga dan pikiran tumpah melalui seni ukir, sebagai identitas budaya. Warisan para pendahulu.

Baca Juga:Mantan Walikota Cirebon Sudah Diklarifikasi BPK Terkait Gedung Setda Rp86 MiliarIni Hasil Pemeriksaan Gedung Setda Kota Cirebon, Perlu Dikosongkan?

Komunitas beranggotakan tujuh orang itu tidak melihat kanan-kiri. Punya bakat atau tidak. “Dari nol pun bisa. Yang penting mau belajar,” kata Dodi, sambil melihat proses pahat kayu Mega Mendung yang tengah diukir anak-anak.

“Kalau bukan kita, lantas siapa lagi? Tapi selama masih ada satu orang yang mau belajar, saya meyakini seni ukir kayu khas Cirebon belum benar-benar punah,” lanjut Dodi, Senin (30/6/2025).

Di Komunitas Ukir Bedulan, Dodi mengajarkan berbagai motif ukiran. Mulai dari Mega Mendung yang menjadi ikon budaya Cirebon, hingga tokoh-tokoh wayang seperti Semar dan Arjuna. Semua ukiran dibuat dengan alat sederhana. Yakni pahat dan palu kecil, dan dibutuhkan ketekunan. “Kalau ukuran kecil bisa jadi dalam seminggu, tapi kalau besar bisa sampai dua bulan. Tergantung detail dan ukuran,” jelasnya.

Biasanya, sebelum memahat, Dodi menggunakan gambar yang dipindai ke plastik sebagai pola dasar. Pola itu kemudian ditempel di atas kayu dan menjadi panduan sebagai awal dalam mengukir. “Karena itu, saya selalu menyimpan salinan pola. Jaga-jaga ketika yang satu rusak,” ujarnya.

Menurutnya, Komunitas Ukir Bedulan menjadi oasis kecil bagi anak-anak, remaja, bahkan orang tua yang masih ingin menyentuh warisan budaya mereka sendiri. Ia meyakini, setiap guratan pahat di atas kayu, sebagai bentuk perlawanan terhadap lupa.

0 Komentar