RADARCIREBON.ID- Sosok KH Abbas Abdul Jamil tak bisa dipisahkan dari peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Salah satu bukti kehadiran Kiai Abbas di Surabaya dan memimpin pasukan menyerang penjajah, tertulis lewat pemberitaan media Belanda.
Pemberitaan media Belanda itu menyebutkan bahwa KH Abbas Abdul Jamil merupakan sang penentu dalam serangan umum 10 November 1945. “Salah satu bukti tertulis itu di media Belanda yang ada di Universitas Leiden,” ungkap cucu laki-laki tertua KH Abbas Abdul Jamil, KH Mohamad Mustahdi.
Mengenai usulan Calon Pahlawan Nasional (CPN) kepada KH Abbas Abdul Jamil, Kiai Mustahdi mengatakan bahwa pihak keluarga tak menginisiasi pemberian gelar itu. “Yang menginisiasi bukan keluarga, tapi dari para tokoh, termasuk parpol, santri-santri beliau, dan lainnya,”ujar Kiai Mustahdi kepada Radar Cirebon, Jumat (4/7/2025).
Baca Juga:Ortu di Cirebon Serbu Toko Seragam Sekolah, Rogoh Kocek Dalam-dalam demi AnakKejari Kota Cirebon akan Umumkan Tersangka Dana PIP Dulu, Gedung Setda Menyusul
Ia mengungkapkan kenapa baru saat ini pengajuan penganugerahan Pahlawan Nasional kepada KH Abbas Abdul Jamil, itu karena referensi bukti tertulis Kiai Abbas dalam perjuangan kemerdekaan sangat sulit ditemukan. Tak banyak bukti tertulis, kata Kiai Mustahdi, karena memang keikhlasan KH Abbas Abdul Jamil yang tidak ingin namanya diketahui banyak orang dalam perjuangan melawan penjajah. “Ini asumsi saya, karena memang Kiai Abbas ini tidak ingin namanya menonjol. Beliau niatnya memang ikhlas berjuang demi kemerdekaan Indonesia,” ujarnya.
Kendati demikian, lanjut Kiai Mustahdi, semua orang mengakui bahwa KH Abbas Abdul Jamil merupakan penentu dalam serangan umum 10 November 1945 di Surabaya. “Kiai Hasyim (KH Hasyim Asy’ari, red) saat itu menunggu Kiai Abbas dalam melakukan perlawanan pada peristiwa 10 November 1945. Begitu Kiai Abbas siap (tiba di Surabaya, red) baru terjadi resolusi jihad dan serangan umum itu,” ungkapnya.
Kiai Mustahdi mengatakan banyak kejadian di luar nalar saat serangan umum di Surabaya itu. “Kiai Hasyim menunggu Kiai Abbas dalam serangan umum karena memang yang dihadapi ini pasukan sekutu dengan persenjataan yang modern dan canggih,” ujarnya.
“Dan ketika Kiai Abbas terlibat dalam serangan umum itu, banyak hal-hal yang di luar nalar. Seperti pesawat tempur musuh tiba-tiba jatuh sendiri. Padahal saat itu belum ada arhanudse yang spesial pertahanan udara dan juga tentu senjata masih tradisional. Cerita tentang peristiwa 10 November di Surabaya dengan kehadiran Kiai Abbas itu sudah diakui banyak orang,” tandas Kiai Mustahdi.