RADARCIREBON.ID – Ada analisa menarik soal Papua. Pulau paling timur ini bisa menjadi Dubai ke-2, jika semua tambang emas di sana oleh Indonesia dikelola dengan benar.
Namun apa yang terjadi? Nasib wilayah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini ini, malah kian miris. Konflik berkepanjangan di pulau tersebut, tak pernah ada hentinya.
Ada yang menyebut jika Papua itu nasibnya dari jajahan ke jeratan. Pulau kaya emas itu hanya ditindas sejak zaman penjajahan dan dikeruk kekayaannya hingga sekarang.
Baca Juga:Mengapa Sate yang Dibakar dan Lontong Dibungkus Daun Pisang Lebih Nikmat? Begini PenjelasannyaWelas Asih Itu Bukan Bahasa Sunda, KDM Tuai Kritik Tajam, Usai Ganti Nama RS Al Ihsan
Itulah analisa dari penggiat media sosial Kopidiyyah. Dalam unggahnya di akun Facebook, dia menyebut Papua itu bisa menjadi Dubai ke-2.
Dia membuat tulisan dengan judul “Papua: Dari Jajahan ke jeratan. Diapun mengurai perjalanan panjang wilayah itu. Dari zaman penjajahan hingga masa penambangan Freeport.
1. Era Kolonial Belanda (1828–1945)
Belanda mulai menancapkan kekuasaan atas Papua sejak 1828 melalui klaim atas wilayah Kesultanan Tidore. Papua Barat resmi masuk Hindia Belanda tahun 1901.
Sejak saat itu, Belanda memulai mengeksplorasi sumber daya alam, termasuk dengan mengundang perusahaan asing.
Tahun 1936, ahli geologi Belanda menemukan cadangan emas dan tembaga di Grasberg, cikal bakal tambang Freeport. Namun sebelum sempat dieksploitasi besar-besaran, Perang Dunia II meletus.
2. Diplomasi Pasca-Kolonial
1942–1945, Papua diduduki Jepang, lalu dikembalikan ke Belanda setelah Jepang kalah. Pada 17 Januari 1948 dalam Perjanjian Renville menetapkan wilayah Indonesia hanya mencakup sebagian Sumatera dan Jawa-Yogyakarta.
Papua tetap berada di bawah Belanda. Pada 1949 saat Konferensi Meja Bundar, menyerahkan sebagian besar wilayah Hindia Belanda ke Indonesia. Hanya saja Belanda bersikukuh mempertahankan Papua.
Baca Juga:Kertajati Kian Merana, Harta Karun Tersembunyi Itu Justru Jadi PetakaHanya Dalam 43 Detik, Little Boy Itu Lenyapkan Kota Hiroshima
Pada 1950–1960, Indonesia mencoba jalur diplomasi, namun gagal untuk mengambil alih Papua. Pada 1958, hubungan diplomatik dengan Belanda resmi diputus.
3. TRIKORA: Ketegangan Soekarno vs Hatta
Wakil Presiden Mohammad Hatta secara terbuka menyatakan bahwa Papua berbeda dari Indonesia. Dari warna kulit, sejarah, budaya, hingga keterlibatan dalam perjuangan kemerdekaan.
Bagi Hatta, Papua tidak cocok dimasukkan dalam kerangka nasionalisme Indonesia. Namun Presiden Soekarno punya pandangan lain. Seluruh wilayah bekas Hindia Belanda harus masuk NKRI.