Maka, pada 19 Desember 1961, Soekarno mengumumkan Operasi Trikora untuk “membebaskan Irian Barat”, dengan dukungan logistik Uni Soviet.
Amerika, khawatir Indonesia jatuh ke Blok Timur, menekan Belanda untuk mundur. Hasilnya lahirlah New York Agreement 1962. Isinya menyerahkan Papua kepada UNTEA (otoritas PBB), dan kemudian ke Indonesia pada tahun 1963.
4. Pepera 1969 dan Awal Konflik Berkepanjangan
Alih-alih referendum umum, Pepera hanya melibatkan 1.026 “wakil rakyat” yang di bawah tekanan militer memilih bergabung dengan Indonesia. Hasilnya 100 persen mendukung integrasi.
Baca Juga:Mengapa Sate yang Dibakar dan Lontong Dibungkus Daun Pisang Lebih Nikmat? Begini PenjelasannyaWelas Asih Itu Bukan Bahasa Sunda, KDM Tuai Kritik Tajam, Usai Ganti Nama RS Al Ihsan
Banyak negara diam. Organisasi Papua Merdeka (OPM) lahir tak lama kemudian. Sejak saat itu, Papua menjadi wilayah konflik militer berkepanjangan hingga hari ini.
5. Freeport: Tambang Emas, Rakyat yang Tertindas
Tahun 1967, sebelum Papua benar-benar “sah” menjadi bagian Indonesia, karena Pepera baru 1969, Presiden Soeharto sudah meneken Kontrak Karya dengan Freeport McMoRan. Dia sudah membuka pintu bagi eksploitasi tambang Grasberg.
Kontrak ini kontroversial. Hanya memberi royalti 1–3 persen kepada Indonesia, sisanya dikuasai asing. Freeport menjadi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia, tapi Papua tetap menjadi salah satu daerah termiskin.
Kopidiyyah pun berandai-andai, jika dikelola sendiri oleh Indonesia, maka wilayah ini akan kaya raya. Lihat saja data resmi cadangan tambangnya. Sangat besar dan menggiurkan.
Cadangan tembang mencapai 38 miliar pon. Kemudian cadangan emas sebesar 53 juta ons. Jika harga tembaga 4 USD per pon, maka sama dengan 152 miliar USD. Jika emas dihargai 2000 USD per ons, maka bisa menghasilkan 106 miliar USD.
Nah, total potensi kekayaan bisa sebesar 258 miliar USD. Jika dirupiahkan dengan kurs Rp15.000 per USD, maka nilai kekayaan Papua dari emas dan tembaga saja mencapai Tp 4076 triliun/kuadratriliun. Jika ditulis dengan angka sebesar Rp 4.076.400.000.000.000.
Menurut Kopidiyyah, jika dibagi rata, cukup untuk membangun Papua menjadi Dubainya Indonesia. Untuk 280 juta penduduk, bisa memperoleh Rp 14,5 juta/orang.
Baca Juga:Kertajati Kian Merana, Harta Karun Tersembunyi Itu Justru Jadi PetakaHanya Dalam 43 Detik, Little Boy Itu Lenyapkan Kota Hiroshima
Atau jika untuk 80 juta anak sekolah, bisa sekitar Rp 50 juta/anak. Jumlah itu sangat cukup untuk sekolah gratis, gizi, beasiswa, bahkan modal usaha.
Namun kenyataannya, justru terbalik. Sebanyak 90 persen hasil tambang di Papua dibawa ke luar negeri. Indonesia hanya mendapat recehan, polusi dan konflik sosial. Warga asli Papua tetap hidup miskin di atas gunung emas.