Ari Nurrahmat selaku Ketua Forum SMK Swasta Kota Cirebon mengatakan pihaknya bersama dengan Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta Se Jawa Barat sudah berkumpul dan bertemu Pemprov Jawa Barat. Mereka menyoal kebijakan 50 siswa per rombel dan memungkinkan ada ruang kelas baru.
“Sesuai prediksi kami, bakal ada ruang kelas baru karena tidak mungkin 50 dalam satu kelas. Dan kalau ada ruang kelas baru, semua orang akan menuju ke negeri. Nasib sekolah swasta ya tinggal nama saja. Kalau sekolah pada tutup, muncul pengangguran,” terang Ari.
Pihaknya yang diwakili oleh 10 orang dari Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta Se Jawa Barat pernah melakukan audiensi dengan Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Forum Komunikasi SMA Swasta Se Jawa Barat, Badan Musyawarah Perguruan Swasta. Namun masih menunggu titik terang atau solusi dari Pemerintah Jawa Barat.
Baca Juga:Serunya MPLS Tingkat SD di Kota Cirebon: Orang Tua pun “Ikut Sekolah”SMK Rise Kota Cirebon Hanya Dapat Satu Siswa Baru, Laki-laki Sendiri
Ari mewakili SMK swasta di Kota Cirebon meminta kepada pemerintah untuk membuat kebijakan yang berkeadilan. Ia menyebut ada Permendikbud yang mengatur bahwa satu kelas tidak harus banyak, cukup 36 siswa per rombel. Sehingga, siswa yang tidak masuk ke negeri, bisa masuk ke swasta.
Sebelumnya, Dewan Pendidikan Kota Cirebon menyesalkan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menambah jumlah siswa menjadi 50 orang per rombongan belajar atau rombel. Dianggap tidak efektif dan menabrak aturan di atasnya.
“Kalau jumlah siswa over, (kurikulum) tidak akan mungkin bisa tercapai. Artinya, tujuan kurikulum, mungkin agak berat, menjadi beban untuk guru menjelaskan. Karena siswanya terlalu banyak,” kata Ketua Dewan Pendidikan Kota Cirebon H Hediyana Yusuf, Senin (14/7/2025).
Ia menambahkan, bahwa jumlah maksimal 36 siswa dalam satu rombel sudah melalui proses kajian. Dan hasil kajian itu, kata Hediyana, tak bisa dikesampingkan begitu saja dengan hasil yang bukan kajian seperti kebijakan Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) tersebut.
Hediyana menambahkan, bahwa niatan KDM di dunia pendidikan sudah bagus. Sangat responsif. Hanya saja, katanya, respons tersebut tidak diikuti dengan aturan di atasnya. Juga, imbuh dia, belum melalui koordinasi dengan Dewan Pendidikan, sebagai mitra Gubernur dalam pelayanan pendidikan. Baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota. “Bukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, kalau Dinas Pendidikan itu kan bawahannya, pasti akan menurut apa kata Gubernur saja,” ucapnya.Dewan Pendidikan, jelas Hediyana, terbuka untuk diajak diskusi. Memberikan masukan, berdasarkan hasil aspirasi dari para pihak. “Jadi Dewan Pendidikan, khususnya saya secara pribadi, tidak mendukung dengan pola seperti itu,” tukasnya.