Nana menyebutkan bahwa Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat terkait pembatasan study tour hanya bersifat imbauan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota menurutnya memiliki ruang untuk menyesuaikan kebijakan berdasarkan kondisi daerah masing-masing.
Lebih lanjut ia menilai bahwa pelarangan study tour bukanlah solusi. Menurutnya, yang lebih penting adalah pembenahan sistem, regulasi, dan pengawasan agar kegiatan tidak membebani orang tua siswa. Termasuk dengan menerapkan skema subsidi silang bagi siswa yang kurang mampu.
“Sekarang gini, dengan adanya pelarangan study tour justru semakin banyak pengangguran karena tidak ada pemasukan. Hotel, travel, restoran, destinasi wisata, UMKM termasuk tukang parkitnya juga otomatis terdampak,” katanya.
Baca Juga:Soal Parkir, Eks Anggota DPRD Kota Cirebon Pernah Diingatkan Jangan Bangunin Macan Tidur Kadishub Kota Cirebon Sebut Jukir Liar Sulit Dibina, Selalu Kabur
Dengan kondisi tersebut, jelas Nana, Gubernur Jawa Barat secara tidak langsung membuat bank emok menjadi subur dengan mayoritas nasabah adalah para pelaku di bidang pariwisata. Bank emok sendiri adalah istilah yang merujuk pada praktik pinjaman uang secara kelompok yang dilakukan oleh individu atau kelompok.
“Pelaku pariwisata pun bilamana sudah tidak ada kerjaan, nganggur, akan lari ke bank emok secara tidak langsung. Pak Gubernur menyuburkan bank emok,” tegasnya.
Sebelumnya, pada Senin (21/7/2025), sebanyak 800 pelaku pariwisata dari Ciayumajakuning bergabung dengan ribuan pelaku pariwisata dari Jawa Barat mendatangi Gedung Sate. Mereka menggelar aksi damai, mendesak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mencabut larangan study tour.
Mereka yang turun aksi itu terdiri dari travel agen, tour guide, PO Bus, hingga pelaku UMKM yang selama ini menggantungkan hidupnya dari pariwisata. Larangan study tour dinilai telah memberikan dampak ekonomi bagi para pelaku pariwisata di Jawa Barat. (awr)