Kebijakan ini lahir dari logika yang buruk. Karena takut pada maling besar, negara justru menuduh semua rumah adalah sarang pencuri.
Bukan hanya tidak adil, tapi berbahaya. Karena logika “pukul rata” ini bisa dengan mudah dijadikan alat represi. Misalnya rekening aktivis diblokir, rekening lembaga diselidiki, rekening rakyat dicek satu per satu tanpa proses hukum.
Bayangkan ini, jika seorang nelayan tua dari pesisir utara setelah puluhan tahun melaut, memutuskan menjual perahu satu-satunya. Uangnya sekitar 80 juta dikirim ke rekening anak di kota, agar bisa dipakai untuk biaya kuliah, atau buat bangun rumah kecil di kampung.
Baca Juga:Gelombang Tsunami Rusia Sudah Sampai Jepang, BMKG: Sampai di Indonesia Pukul 14.52 WITAGempa Bumi Rusia, BMKG Prediksi Tsunami sampai ke Indonesia Pukul 14.52 WITA
Tapi apa yang terjadi? Rekening itu dibekukan sepihak.Karena uang masuk secara tiba-tiba dan dianggap “janggal”. Tanpa klarifikasi, tanpa notifikasi. Negara memutus hak atas uang rakyat sendiri.
Lalu, harus berangkat ke kota. Naik bus dari desa terpencil. Membawa L surat jual beli, fotokopi KTP, isi formulir berlembar-lembar. Menunggu hasil “analisis” dari PPATK, yang entah kapan selesai, dan entah bisa percaya atau tidak pada hasilnya.
Apakah sedang dimintai klarifikasi? Atau sedang divonis diam-diam sebagai penjahat? Inilah pelanggaran paling serius. Negara telah mencederai asas “praduga tak bersalah”.
Bahkan dalam hukum sekuler pun, seorang pembunuh masih dianggap tidak bersalah sampai pengadilan memutuskan. Namun rakyat kecil seperti kamu, langsung dihukum hanya karena uang “terlalu besar untuk orang biasa”.
Padahal apa hak negara memvonis rakyatnya, sebelum membuktikan kesalahan? Apa haknya menyita akses kehidupan, sebelum diberi kesempatan membela diri?
Kebijakan pemblokiran massal rekening warga oleh PPATK adalah keputusan yang tergesa dan tidak proporsional. Pemerintah berdalih untuk memberantas kejahatan keuangan, tapi yang justru terjadi, rakyat biasa yang menjadi korban.
Ceroboh, karena dilakukan tanpa sistem peringatan dan pendataan yang matang. Menyusahkan, karena tidak semua masyarakat paham prosedur teknis dan punya akses ke perbankan.
Baca Juga:Dampak Gempa Kamchatka Rusia, 10 Pesisir di Indonesia Berpotensi Tsunami Mulai Pukul 14.20 WITATarif Impor 19 Persen AS untuk Produk Indonesia, Ibarat Jalan Tol Gratis versus Jalan Biasa Berbayar
Tidak berdampak signifikan, karena para penjahat besar punya seribu cara untuk lolos: pakai rekening pinjaman, aset kripto, hingga perusahaan boneka.