RADARCIREBON.ID – Sebagai langkah untuk melestarikan tradisi yang dilakukan secara turun temurun, masyarakat Desa Kongsijaya, Kecamatan Widasari, masih melaksanakan tradisi pembuatan Bubur Suro. Hal tersebut menandakan, meski dihimpun perkembangan modernisasi teknologi, tidak membuat masyarakat desa melupakan tradisi para leluhurnya.
“Ini (Bubur Suro, red) adalah tradisi leluhur kita yang syarat akan makna. Sehingga sudah seharusnya dilanjutkan oleh kita sebagai generasinya,” ucap Sekertaris Desa Kongsijaya, Wargana.
Tradisi pembuatan Bubur Suro memiliki makna yang sangat mendalam. Bukan saja sebatas atau disimbolkan sebagai ungkapan rasa syukur semata, melainkan menjadi sarana menjaga keharmonisan masyarakat desa, karena dalam proses pembuatannya, melibatkan semua masyarakat sekitar.
Baca Juga:Tertarik Jadi Afiliator TikTok? Begini Tips Sukses ala Abi Gym di Workshop SBC Cirebon603 Ribu Penerima Bansos Terlibat Judi Online, Kemensos Siap Coret dari Daftar!
“Banyak makna yang tersimpan dalam tradisi Bubur Suro. Selain mengharapkan keberkahan, ini menjadi sarana menjalin tali silaturahmi dengan masyarakat, karena saat pembuatannya melibatkan warga sekitar,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Kongsijaya Hj Dewi Muninggar mengatakan, pembuatan Bubur Suro sudah menjadi tradisi yang setiap tahun diadakan masyarakat Kongsijaya. Biasanya lokasinya dipusatkan di kantor desa. Hal itu menjadi tradisi yang sudah melekat bagi masyarakat di Desa Kongsijaya. Karena sebagai ungkapan rasa syukur dan menjadi sebuah harapan dilimpahkan rezeki di tahun mendatang.
“Intinya sih menjadi doa, harapan, keberkahan, keselamatan, dan kesuksesan bagi masyarakat desa, dan menjalin kebersamaan memperkuat persaudaraan karena Bubur Suro dibagikan kepada masyarakat,” ujarnya. (oni)