MENOLAK LAGI
Seperti diberitakan Radar Cirebon sebelumnya, sukses warga Pati Jawa Tengah dalam membatalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi momentum bagi sebagian masyarakat Kota Cirebon untuk kembali menyuarakan keberatan terhadap kebijakan serupa.
Sejumlah elit warga kini kembali menggalang tindakan untuk menolak Perda Kota Cirebon Nomor 1 Tahun 2024 terkait peningkatan PBB.
Hendrawan Rizal, Koordinator Paguyuban Pelangi, menyatakan keprihatinannya atas lonjakan PBB yang begitu tajam.
Baca Juga:Muludan di Kasepuhan Cirebon Kembali Digelar Tahun 2025, Berikut AgendanyaSinergitas Hadirkan Kesejahteraan Masyarakat Kota Cirebon
Jika sebelumnya warga membayar sekitar Rp6,4 juta, kini angkanya melonjak menjadi Rp63 juta.
Karena itu, ia mengajukan empat tuntutan kepada Pemerintah Kota Cirebon.
Pertama, membatalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 dan mengembalikan tarif PBB seperti semula pada tahun 2023.
Kedua, menurunkan pejabat yang bertanggung jawab atas penerbitan Perda tersebut, karena tidak mendengarkan aspirasi masyarakat.
Ketiga, Walikota Cirebon diminta menindaklanjuti dua tuntutan di atas dalam waktu satu bulan. Bila tidak, warga siap turun ke jalan.
Keempat, mengurangi ketergantungan pada pajak sebagai kontributor terbesar PAD, dan menggali alternatif pendapatan melalui efisiensi anggaran dan tindakan antikorupsi.
Hetta Mahendrati Latu Meten, Ketua Paguyuban Pelangi, menilai kenaikan PBB hingga 1.000% sebagai bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat.
“Kenaikan pajak bukan seharusnya membebani, hingga menyebabkan warga jatuh miskin demi membayar PBB,” tegasnya.
Baca Juga:PT KAI Daop 3 Cirebon akan Ganti 13.662 Batang Bantalan Rel BetonWalikota Cirebon Janjikan Penerangan Jogging Track Stadion Bima, Warga Cirebon Bisa Olahraga Malam Hari
Ia mengaku terinspirasi oleh warga Pati dan mengajak seluruh warga Kota Cirebon untuk bersatu menolak kenaikan PBB.
Hal senada diungkapkan Surya Pranata, yang menyebut bahwa perekonomian masyarakat belum pulih pasca pandemi.
Kebijakan PBB yang ekstrem justru memperparah kesulitan. “Perda Nomor 1 Tahun 2024 perlu dicabut. Pemerintah daerah harus berpihak pada rakyat, bukan menyengsarakan mereka,” tutup Surya. (cep)