Soal Perda Perlindungan Tenaga Kerja, Toto Suharto Ingatkan Masih Rendahnya Kepesertaan Jaminan Sosial

Ist 
SOSIALISASI: Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi Partai Amanat Nasional Toto Suharto SFarm Apt, sosialisasi Perda Nomor 5 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Aula Kantor Desa Ciputat, Kecamatan Ciawigebang, Senin (25/8).
0 Komentar

RADARCIREBON.ID–Perlindungan terhadap tenaga kerja kembali menjadi sorotan, setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Regulasi ini resmi berlaku sejak 6 Juni 2023, dan diharapkan menjadi pijakan hukum yang lebih kuat untuk melindungi pekerja di berbagai sektor.

Namun, di balik semangat pengesahan perda tersebut, masih tersisa persoalan serius yakni rendahnya kepesertaan pekerja dalam jaminan sosial ketenagakerjaan.

Baca Juga:Penutupan TMMD ke-125 di Kuningan: Simbol Sinergi TNI, Pemkab dan MasyarakatDPRD Kuningan Sahkan KUA-PPAS 2026: Pendapatan Naik, Belanja Lebih Efisien

Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi Partai Amanat Nasional Toto Suharto SFarm Apt, saat menyosialisasikan perda ini di Aula Kantor Desa Ciputat, Kecamatan Ciawigebang, Senin (25/8).

Dia menegaskan bahwa aturan tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan komitmen nyata legislatif untuk memastikan perlindungan pekerja formal maupun informal.

“Perda ini mencakup perlindungan untuk pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah, pekerja jasa konstruksi, hingga Pekerja Migran Indonesia (PMI). Artinya, semua lapisan pekerja harus mendapatkan jaminan dari risiko sosial ekonomi yang mungkin mereka hadapi,” ujar Toto.

Perda ini disusun sejalan dengan RPJMN 2020–2024 yang menargetkan kepesertaan pekerja formal sebesar 70 persen dan pekerja informal 30 persen.

Fakta di lapangan, Jawa Barat masih jauh dari target tersebut yakni cakupan pekerja penerima upah baru mencapai 45,7 persen, sementara pekerja bukan penerima upah hanya 9,1 persen.

Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah. Perda tersebut bahkan mewajibkan gubernur menyusun perencanaan perlindungan tenaga kerja secara lima tahunan dan tahunan, dengan menekankan pengawasan kepatuhan pemberi kerja serta fasilitasi pembiayaan kepesertaan.

“Tanpa pengawasan yang ketat, target itu sulit tercapai. Pemerintah daerah tidak boleh hanya berhenti pada regulasi, tapi harus benar-benar hadir di lapangan,” kata Toto menegaskan.

Baca Juga:Tradisi Babarit, Ungkapan Syukur dan Pelestarian Budaya di Hari Jadi KuninganPelari dengan Pakaian Adat Hiasi Kajene Runiverse Kuningan

Perda ini juga memberikan perhatian pada pekerja rentan, mulai dari tenaga pendidik keagamaan, pengurus tempat ibadah, relawan, pekerja padat karya, hingga pelaku seni dan olahraga.

Kelompok ini akan difasilitasi dalam bentuk pendaftaran serta bantuan iuran kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan.

“Jangan sampai mereka yang justru paling rentan malah luput dari perlindungan negara,” imbuhnya.

0 Komentar