Warisan Sunan Hidup dalam Panjang Jimat

Panjang Jimat
MALAM PELAL: Prosesi sakral Pelal Agung Panjang Jimat, puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Kasepuhan, Jumat (5/9/2025) lalu. FOTO: ADE GUSTIANA/RADAR CIREBON 
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Ribuan warga memadati Keraton Kasepuhan Cirebon, Jumat malam (5/9) lalu, untuk menyaksikan prosesi sakral Pelal Agung Panjang Jimat, puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini bukan sekadar agenda tahunan, melainkan warisan panjang sejak masa Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H mencapai puncaknya di sini, dan seperti tahun-tahun sebelumnya, antusiasme warga meluber hingga melebihi kapasitas keraton.

Baca Juga:Rumpon untuk Berdayakan Nelayan Kerang Hijau233 ASN Perkuat Kinerja Pemkot Cirebon

Keraton Kasepuhan seolah disulap menjadi destinasi budaya dan spiritual. Deretan lampu minyak menerangi halaman, aroma dupa bercampur wangi bunga sesajen, sementara suara selawat bergema, mengiringi langkah abdi dalem berseragam kebesaran.

Prosesi dibuka dengan pawai alegoris. Patih Anom memimpin barisan, diikuti para abdi dalem yang berjalan perlahan, simbol kesiapan menyambut kelahiran Rasulullah.

Musik gamelan berpadu dengan tabuhan rebana, menghadirkan suasana yang membawa ribuan penonton hanyut dalam kisah agung kelahiran Nabi.

Makna tiap simbol dijelaskan melalui istilah. “Pelal Ageng” berarti malam penuh berkah, malam kelahiran Nabi.

“Panjang” adalah piring pusaka bundar besar yang dipercaya berasal dari pertapa suci Sanghyang Bango.

Adapun “Jimat” merujuk pada nasi khusus yang dimasak dengan tata cara sakral, setiap butir beras dikupas sambil diiringi selawat.

Piring Panjang Jimat kemudian diarak menuju Langgar Alit di kompleks keraton.

Baca Juga:Kecewa Izin Minimarket di Kota Cirebon, Pedagang Pasar Menyusut dari 6.000 jadi 2.60029 Ribu Warga Miskin di Kota Cirebon

Sebelum tiba, iring-iringan berhenti di Bangsal Prabayaksa untuk doa tawassul yang dipimpin Patih Sepuh PRA Goemelar Soeryadiningrat.

Dengan jubah kebesaran, ia menuntun prosesi hingga ke Langgar Alit, tempat kitab Barzanji dibacakan.

Suasana khidmat menyelimuti setiap tahapan. Tak seorang pun berani bercakap keras. Warga hanya menunggu puncak acara: saat nasi Panjang Jimat akhirnya dibagikan.

Bagi keluarga keraton, tradisi ini mengandung pesan jelas: keteladanan Nabi harus dijadikan pedoman, terutama bagi pemimpin. Seorang raja atau pejabat, sebagaimana ditegaskan Patih Anom Pangeran Raja Nusantara, memiliki tanggung jawab melindungi dan menyejahterakan rakyat.

Itulah yang membuat Panjang Jimat bertahan lebih dari empat abad. Sejak Keraton Kasepuhan berdiri pada 1430, prosesi ini tak pernah terputus. Ia bukan hanya pesta budaya, tetapi juga pengingat sejarah panjang Cirebon. (ade)

0 Komentar