Safety net yang dimaksud, menurut akun itu, adalah tameng yang bisa berupa dana darurat. Juga bisa diversifikasi aset dan uang konsumtif.
1/ Dana Darurat
Dana darurat itu ibarat oksigen. Tidak dipakai ketika kondisi normal. Tapi menjadi penentu hidup atau mati di saat darurat. Setidaknya masyarakat harus punya tabungan minimal 3–6 bulan biaya hidup.
2/ Diversifikasi Aset
Ini ibarat membikin kapal yang punya lebih dari 1 pelampung. Saham bisa goyang, kripto bisa anjlok, dan properti bisa mandek. Tapi jika memiliki aset emas, SBN, atau valas, portofolio lebih stabil at least warga ga terlalu terdampak pas krisis. Konsep ‘Safe Haven Investment’ juga bisa menjadi solusi ampuh.
3/ Utang Konsumtif
Baca Juga:Reshufle Kabinet, Prabowo Sedang Bersihkan Orang-orang Jokowi? Istana Bilang BeginiHari ke Sepuluh, BBKSDA Sisir Hutan Lindung Terdekat Gunung Tangkuban Parahu
Ini adalah poin yang harus dihindari ketika lagi krisis. Yakni cicilan tetap jalan, padahal penghasilan bisa turun drastis. Jika tidak hati-hati, utang konsumtif ini bisa menjadi ancaman nyata kesehatan finansial ketika krisis.
Mengapa harus menyiapkan strategi tersebut? Karena krisis itu bukan cuma kebetulan. Sejarah menunjukkan jika krisis itu seperti jarum jam yang memutar. Suatu saat pasti bakal terjadi lagi.
Akun itu menambahkan, deretan krisis 1998 moneter Asia, 2008 krisis finansial global, hingga 2020 pandemi covid-19, sudah cukup menjadi bukti jika krisis itu sebuah siklus.
Meski secara waktu tak pasti kapan kejadiannya, hanya bisa memprediksi dan belajar dari sejarah yang sudah terjadi.
“Kita semua juga sepakat jika krisis memang tak bisa dikendalikan. Tapi bisa memilih untuk menyiapkan semuanya mulai sekarang,” tandasnya.
Masyarakat harus punya prinsip, safety net finansial tak menbikin kebal, tapi setidaknya tak membuat gampang tumbang.