RADARCIREBON.ID- BT Batik Trusmi kecele. Kontrak naming rights dengan PT KAI mendadak batal. Padahal undangan telah disebar. Acara telah dipersiapkan. Di satu sisi, DPRD Kota Cirebon dan Disbudpar menyebut ada nama Kejaksan pada SK Cagar Budaya. Karena itu, warga, termasuk ahli cagar budaya, meminta nama Kejaksan tetap ada. Jangan hilang. Mereka menegaskan mendukung investasi, tapi kearifan lokal juga harus tetap dijaga.
DI Stasiun Cirebon, sudah tidak ada ikon atau nama BT Batik Trusmi. Padahal beberapa hari sebelum ramai, di belakang nama Stasiun Cirebon, ada imbuhan BT Batik Trusmi.
Bahkan di wajah utama dengan nama Stasiun Cirebon, telah dibubuhi nama BT Batik Trusmi. Sekarang nama BT Batik Trusmi telah ditutup kain hitam, Rabu (1/10/2025). Pasca pro-kontra terjadi.
Baca Juga:Mantan Walikota Cirebon Diperiksa Lagi, Kuasa Hukum: Kalau Ada Aliran Dana seperti Laporan PPATK, Buka Saja!Kejaksaan Kantongi Alat Bukti dari PPATK soal Aliran Dana Gedung Setda Kota Cirebon
Owner BT Batik Trusmi, Sally Giovanny, bersuara. Ia menganggap KAI tidak profesional. Kontra di media sosial dan dugaan intervensi Dinas Pariwisata serta DPRD diduga jadi penyebab.
Padahal, kontrak sudah diteken. Persiapan sudah berbulan-bulan. Acara peluncuran tinggal hitungan hari. Undangan pun sudah tersebar. Sally Giovanny tak kuasa menahan kecewa. Lewat unggahannya di Instagram, ia menumpahkan keresahan.
Keputusan ini baginya mendadak, janggal, dan tidak profesional. Kabar yang beredar, pembatalan ini terjadi setelah muncul penolakan dari sejumlah pihak. Ada intervensi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Ada desakan dari DPRD. Gelombang pro dan kontra di media sosial makin memperkeruh.
Sally mengaku sejak awal KAI sendiri yang menawarkan kerjasama ini. Lima bulan proses berjalan. Ia percaya, kerja sama ini bisa menjadi terobosan untuk pariwisata Cirebon. Namun kenyataan berbalik arah. “Kenapa menjelang hari H malah dibatalkan?” kata Sally.
Bagi BT Batik Trusmi, naming rights bukan sekadar branding. Sally ingin batik hadir di ruang publik. Hadir di titik temu orang dan budaya. Stasiun, baginya, adalah simbol perjalanan dan pertemuan. Investasi pun tidak kecil. Puluhan miliar rupiah digelontorkan. Semua dengan inisiatif sendiri. Tanpa meminta fasilitas gratis. Tanpa mengandalkan APBD maupun APBN.
