“Tahun lalu ada tujuh kasus non-prosedural, tahun ini tinggal enam. Pemerintah menargetkan angka itu bisa menjadi nol,” jelasnya.
Setiap tahun, sekitar 250 warga Kota Cirebon berangkat ke luar negeri secara resmi, dengan negara tujuan utama Malaysia, Singapura, dan Jepang. Sebagian besar bekerja di sektor jasa dan rumah tangga.
Ke depan, Disnaker juga mendorong agar lulusan sarjana dapat bersaing di sektor formal luar negeri. “Kami ingin yang berangkat memiliki keterampilan dan legalitas lengkap,” ujar Agus.
Baca Juga:Tingkatkan Kualitas Pendidikan Lewat Program PLN Peduli Dukung Kesehatan di Pedesaan, Dosen Akademi Maritim Suaka Bahari Beri Pelatihan Kader Posyandu
Untuk itu, Disnaker terus melakukan sosialisasi hingga ke tingkat kelurahan dan RW agar masyarakat tidak mudah tergiur tawaran kerja cepat dari pihak tidak resmi.
Semua proses, tegas Agus, harus melalui mekanisme pemerintah agar aman dan terlindungi.
Selain itu, Disnaker juga bekerja sama dengan 50 Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang telah terverifikasi. Tugas LPK hanya melatih calon tenaga kerja, bukan menyalurkan.
Penyaluran tenaga kerja ke luar negeri tetap harus melalui lembaga resmi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan para calon pekerja memiliki keterampilan dan kesiapan mental sebelum berangkat.
Pemerintah pun terus membuka peluang kerja sama dengan perusahaan asing agar penempatan tenaga kerja Indonesia menjadi lebih luas dan transparan.
“Jika semua pihak mematuhi aturan, bekerja ke luar negeri bukanlah hal yang menakutkan. Justru bisa menjadi pintu menuju kesejahteraan,” tutur Agus.
Dengan program yang terarah dan koordinasi lintas sektor, Disnaker optimistis Pemkot Cirebon mampu terus menekan angka pengangguran.
Baca Juga:PN Cirebon Lakukan Sita Eksekusi Lahan Stock Field Batubara PT IndopassKasus TB di Cirebon Masih Tinggi, Pemkab Akui Belum Capai Target Nasional
Tidak hanya membuka lapangan kerja, tetapi juga membangun kemandirian serta meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal. (ade)