RADARCIREBON.ID – Energi adalah bahasa kesetaraan. Di Dompyong Wetan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, energi itu telah menyatukan impian banyak orang kecil.
Salah satunya adalah Ade Rasta, yang bekerja sebagai penyewa mobil-mobilan listrik di lapangan dekat balai Desa Dompyong Wetan. Berikut kisahnya.
LAPORAN: ABDUL HAMID, CIREBON
Di sebuah sore yang hangat di Desa Dompyong Wetan, suara tawa anak-anak menggema di halaman kecil dekat balai desa.
Baca Juga:Kampung Lawas Idol 2025 Siap Digelar, Ajang Positif untuk Generasi Muda CirebonKONI Kota Cirebon Lepas Kontingen Tenis Meja untuk BK Porprov Jabar 2025
Di antara teriakan riang dan langkah kaki kecil yang berlari ke sana kemari, tampak beberapa mobil-mobilan mungil melaju pelan di atas jalan semen yang halus.
Ada yang berbentuk jeep, sedan, Ferrari merah menyala, hingga motor-motoran. Semua bergerak dengan bunyi mesin listrik yang khas. Berdengung lembut, namun membawa bahagia yang nyata.
Di pojok lapangan, seorang pria berusia hampir setengah abad berdiri dengan senyum sabar. Namanya Ade Rasta.
Dari tangannya yang menghitam oleh matahari dan sedikit bergetar karena kelelahan, ia mengatur kabel pengisi daya, mengecek baterai, lalu sesekali menepuk pundak anak-anak yang sedang bermain. “Pelan-pelan, ya… Jangan nabrak,” katanya lembut.
Ade Rasta bukan pemilik bengkel besar atau pengusaha otomotif modern. Ia hanyalah warga desa biasa yang menghidupi keluarganya dengan menyewakan mobil-mobilan bertenaga baterai.
Di sinilah, di sudut kecil Cirebon itu, semangat “Energi Berdaulat, Indonesia Kuat” menemukan wajahnya yang paling manusiawi. Sederhana, hangat, dan nyata.
Tujuh tahun lalu, hidup Ade Rasta jauh berbeda. Ia hanyalah buruh serabutan yang mengandalkan penghasilan tak menentu.
Baca Juga:Teknologi T1P4K di Kecamatan Sumber Aktif Dalam Industrialisasi Pertanian melalui KMP TASKINUntag Cirebon Hadirkan Augmented Reality untuk Dorong Anak TK Aktif Bergerak di Ruang Terbatas
Pagi bekerja di sawah orang, siang mencari kerja tambahan di pasar atau proyek bangunan. “Dulu, sehari kadang cuma dapat dua puluh ribu. Kadang malah nggak ada sama sekali,” kenangnya.
Suatu hari, ketika berkunjung ke alun-alun Cirebon, ia melihat anak-anak kecil menaiki mobil-mobilan baterai.
Di wajah mereka tergambar tawa yang jujur, dan di kepala Ade Rasta terlintas satu hal: mungkin ini bisa jadi jalan rezeki.
Dari sedikit tabungan dan hasil pinjaman kecil dari saudara, ia membeli satu unit mobil-mobilan. “Waktu itu saya cuma punya satu. Satu saja,” ujarnya sambil tertawa. Tapi dari satu mobil itulah perubahan dimulai.
