Mandiri, tanpa utang besar. Ia tahu bagaimana menghitung, menakar, dan mengelola hidupnya.
“Yang penting nggak ngutang sama orang, nggak nyusahin orang. Hidup sederhana tapi tenang,” katanya.
Inilah bentuk paling jujur dari kedaulatan: ketika seseorang mampu berdiri di atas kakinya sendiri, mengandalkan tenaga, ide, dan energi yang ada di sekitarnya.
Baca Juga:Kampung Lawas Idol 2025 Siap Digelar, Ajang Positif untuk Generasi Muda CirebonKONI Kota Cirebon Lepas Kontingen Tenis Meja untuk BK Porprov Jabar 2025
Tak jarang, kita lupa bahwa energi bukan hanya urusan pabrik besar atau gedung pencakar langit. Energi adalah hak setiap warga negara, dari kota hingga pelosok.
Ketika listrik sampai ke rumah Ade Rasta, yang menyala bukan hanya lampu, tapi juga harga diri dan masa depan keluarganya.
Bayangkan, jika listrik tak pernah sampai ke desanya. Tak akan ada mobil-mobilan yang melaju, tak akan ada anak-anak yang tertawa, dan mungkin tak ada cerita tentang seorang ayah yang bangga karena mampu menghidupi keluarganya dengan usahanya sendiri.
Kisah Ade Rasta hanyalah satu dari ribuan kisah yang lahir dari nyala listrik di desa-desa Indonesia.
Dari barat ke timur, dari Sumatera hingga Papua, jutaan rumah kini berdiri tegak karena energi.
Ade Rasta mungkin tak tahu istilah “kemandirian energi nasional”, tapi ia tahu bagaimana rasanya berdaulat atas hidup sendiri.
Ia tidak bergantung pada belas kasihan, tidak menunggu bantuan. Ia bekerja, menciptakan nilai, dan menggerakkan roda kecil ekonominya sendiri. Semua berkat energi yang hadir dan dikelola dengan bijak.
Baca Juga:Teknologi T1P4K di Kecamatan Sumber Aktif Dalam Industrialisasi Pertanian melalui KMP TASKINUntag Cirebon Hadirkan Augmented Reality untuk Dorong Anak TK Aktif Bergerak di Ruang Terbatas
Matahari mulai tenggelam di balik pepohonan Cirebon. Di halaman rumahnya, Ade Rasta kembali menata mobil-mobilan yang selesai disewa hari itu.
Ia mengecek baterai satu per satu, lalu menancapkan kabel charger. Cahaya kecil di ujung kabel menyala, tanda energi sedang bekerja.
“Biar besok anak-anak bisa main lagi,” ujarnya sambil menepuk-nepuk mobil Ferrari mini yang sudah mulai lusuh. (*)
