Kisah serupa datang dari Ade D. Hendriana, Ketua Forum Kepala SMA Swasta Jawa Barat. Ia menyebut hampir semua sekolah swasta sudah menyerahkan ijazah siswa yang sempat tertahan. “Paling tinggal yang teknis saja. Ada siswa yang susah dihubungi, alamat pindah, bahkan ada yang sudah meninggal,” ujarnya.
Namun di balik kepatuhan tersebut, terselip keterpaksaan. “Sekolah merasa wajib menyerahkan ijazah karena seolah-olah itu jadi prasyarat pencairan BPMU 2025,” katanya.
Ade mengungkapkan, nilai tunggakan di sekolah swasta lebih besar dari yang dibayangkan: mencapai Rp3 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp1,2 triliun berasal dari SMA swasta. Sementara kucuran BPMU dari Pemprov Jabar di tahun 2025 hanya sekitar Rp600 miliar. “Jelas tidak sebanding. Kami bantu pemerintah bebaskan ijazah, tapi biaya yang hilang jauh lebih besar dari bantuan yang diterima,” ujarnya.
Baca Juga:WOW! Tunggakan Ijazah SMK Swasta di Kota Cirebon Rp16 MiliarPolemik Test KID di Komisi I DPRD Kota Cirebon, Ada Masalah Etika, Salah Satu Harus Mundur
Belum kering luka dari kisruh pembebasan ijazah, kabar baru kembali menggelitik keresahan sekolah swasta. Pemprov Jawa Barat berencana menghapus program BPMU di tahun 2026. “Rumornya BPMU dihapus, diganti beasiswa,” kata Ade.
Dikonfirmasi Jabar Ekspres (Radar Cirebon Group), Kepala Disdik Jawa Barat Purwanto menjelaskan alasan rencana mengganti program BPMU menjadi beasiswa pada 2026. Salah satu pertimbangan, kata Purwanto, memenuhi kebutuhan prioritas.
Ia menguraikan, pada 2026 potensinya ada keterbatasan anggaran. Sehingga penentuan prioritas perlu dilakukan. Termasuk terkait program Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU). “Karena terbatas anggaran, jadi mengedepankan prioritas (BPMU diubah ke beasiswa dan kedepankan kebutuhan siswa, red),” katanya saat ditemui di Gedung Sate, Rabu (29/10/2025).
Purwanto melanjutkan, yang dimaksud prioritas itu di antaranya adalah untuk mengcover kebutuhan siswa miskin atau kurang mampu. Misalnya, sepatu dan seragam. “Masyarakat kurang mampu atau rentan, itu yang perlu diprioritaskan,” katanya.
KELUHAN DARI CIREBON
Sebelumnya dari Cirebon, Kepala SMA Islam Al Azhar 5 Cirebon, Nur Wahyudin, tak menolak kebijakan Gubernur KDM. Tapi ia menyesalkan cara berpikir yang terlalu sempit. “Jangan kasus per kasus,” ujarnya kepada Radar Cirebon, Jumat (24/10/2025).
