RADARCIREBON.ID- Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta (FKKSMKS) Jabar Acep Sundjana Djakaria mengatakan janji pembebasan ijazah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang semula disambut haru, kini berubah jadi rasa kecewa. “Boro-boro dibayar. Kami sudah serahkan ijazah, tapi tunggakannya tetap,” katanya lirih.
Acep bukan satu-satunya kepala sekolah swasta yang kini merasa tertipu. Seperti diketahui, beberapa bulan lalu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengumandangkan kabar baik: pembebasan ijazah bagi yang memiliki tunggakan.
Program itu disebut-sebut sebagai upaya agar tak ada lagi anak Jawa Barat yang tertahan langkahnya hanya karena belum melunasi biaya sekolah. Namun, seiring waktu, euforia itu pelan-pelan meredup. Janji yang semula membuncah kini berubah jadi tudingan: PHP alias pemberi harapan palsu.
Baca Juga:WOW! Tunggakan Ijazah SMK Swasta di Kota Cirebon Rp16 MiliarPolemik Test KID di Komisi I DPRD Kota Cirebon, Ada Masalah Etika, Salah Satu Harus Mundur
Janji pembebasan ijazah ternyata tidak memiliki payung anggaran khusus. Kata Acep, dana yang mengucur ke sekolah-sekolah hanya Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU), program yang sudah ada sejak bertahun-tahun lalu. “Betul, yang diberikan adalah anggaran BPMU. Belum ada anggaran khusus pembebasan ijazah,” ujarnya kepada Jabar Ekspres (Radar Cirebon Group), baru-baru ini.
Padahal, banyak kepala sekolah swasta sudah menunaikan instruksi KDM; menyerahkan ijazah-ijazah yang sebelumnya tertahan akibat tunggakan biaya. Harapannya sederhana, bantuan yang dijanjikan pemerintah segera cair.
Namun, di lapangan justru terbalik. Sekolah baru bisa mencairkan BPMU jika sudah menuntaskan pembebasan ijazah siswa. “Tidak tertulis memang, tapi seolah-olah jadi prasyarat,” ucap Acep.
Akhirnya, banyak sekolah memilih menyerahkan ijazah yang tertahan. “Kami serahkan semua, karena butuh BPMU. Tapi setelah itu, wali murid juga tidak mungkin bayar tunggakan,” keluhnya.
Data yang dihimpun FKKSMKS membuat dahi berkerut: total tunggakan siswa di SMK swasta se Jawa Barat kala itu tembus lebih dari Rp1 triliun. Ironisnya, nilai BPMU yang cair tidak pernah menutup biaya operasional sepenuhnya. Bahkan, jauh lebih kecil dibandingkan bantuan untuk sekolah negeri. “Kami hanya ingin keadilan dan kejelasan. Jangan seolah-olah swasta ini kelas dua,” katanya.
