INDRAMAYU – Hadirnya Sekolah Rakyat (SR) yang digagas pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) RI merupakan upaya untuk memberikan hak pendidikan yang merata bagi seluruh masyarakat. Khususnya anak-anak putus sekolah dan yang rentan tidak mengenyam pendidikan.
Program ini dirasakan manfaatnya oleh 100 anak di Kabupaten Indramayu yang kini menjadi siswa Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) 40 Indramayu. Mereka terlihat penuh semangat mengikuti proses pembelajaran.
“Setelah launching pada akhir September 2025 oleh Pak Mensos, kami telah melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) selama dua minggu, dilanjutkan persiapan pembelajaran atau matrikulasi selama tiga bulan,” ujar Kepala SRT 40 Indramayu, Mardiani SPd.
Baca Juga:Berhasil Turunkan Stunting, Pemkab Indramayu Raih Penghargaan dari Gubernur JabarRefleksi Hari Pahlawan: Petaka atau Kemenangan?
Sebagai langkah pematangan agar siswa lebih siap mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara aktif, selama masa matrikulasi, peserta didik diberikan berbagai materi untuk meningkatkan kemampuan dasar belajar mereka. Hal ini penting mengingat para siswa berasal dari beragam latar belakang, termasuk mereka yang putus sekolah dan berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi.
Mardiani menjelaskan bahwa proses pembelajaran di SR tidak jauh berbeda dengan sekolah pada umumnya karena. Tetap mengacu pada kurikulum Dinas Pendidikan. Namun, pengklasifikasian kelas dibuat berbeda: di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) masing-masing hanya terdapat dua kelas, yaitu kelas A dan kelas B. Pengelompokan ini dilakukan agar guru dapat menyesuaikan metode dan materi dengan kemampuan siswa.
“SD batas usianya sampai 12 tahun. Total siswa ada 100, terdiri dari 50 siswa SD dan 50 siswa SMP, masing-masing dibagi menjadi dua kelas, A dan B. Satu rombongan belajar (rombel) terdiri dari 25 siswa. Kelas A diperuntukkan bagi siswa yang membutuhkan perhatian lebih. Sedangkan kelas B bagi siswa yang dianggap siap mengikuti pembelajaran lebih lanjut,” jelasnya.
Selama matrikulasi, siswa tidak hanya dibekali kemampuan dasar seperti membaca dan berhitung, tetapi juga diberikan pelatihan kesamaptaan dan keterampilan (life skill) untuk membentuk karakter yang mandiri. Hal ini penting mengingat latar belakang siswa yang beragam dan sebagian membutuhkan perlakuan khusus.
Ia menambahkan bahwa siswa yang masuk SR tidak melalui seleksi akademik, tetapi berdasarkan kategori keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah, yaitu desil 1 (termiskin) dan desil 2 (miskin). Di SR, siswa mendapat fasilitas asrama, makan tiga kali sehari, serta dua kali snack.
