Suluk Iwak Telu Sirah Sanunggal, Naskah Tarekat Syatiriah di Cirebon, Dilestarikan dalam Seni Batik

tarekat sathariyah cirebon
Pada abad ke-19, gerakan tarekat berkembang pesat di beberapa wilayah Indonesia. Salah satunya di Cirebon, Jawa Barat. Foto: Tangkapan layar - radarcirebon.id
0 Komentar

Soal “Iwak Telu Sirah Sanunggal” ternyata juga dilestarikan dalam seni membatik. Seperti dalam tulisan yang berjudul “Memaknai Motif Batik Trimina” yang ditulis oleh Mukhamad Khusni Mutoyyib.

Dijelaskan Mukhamad, batik tak hanya sekedar sandang atau pakaian saja, namun lebih dari itu. Jika ibarat batik adalah rajah, dan isinya adalah doa.

Doa dalam batik, tandanya, dibawakan dengan simbol. Kemudian dituangkan dalam canting menjadi sebuah karya batik.

Baca Juga:KDM – PT KAI Jalin Kerjasama, Bakal Ada Kereta Api Tani Mukti Rute Cirebon – JakartaPasca Tawuran Konten, Pemuda Desa Purwawinangun – Muara Mediasi di Polsek Kapetakan, Sepakat Damai

Bahkan, jelasnya, batik adalah gambaran sebuah laku kehidupan dari proses lelakon. Membatik adalah mengolah lekukan dan tekukan, lekukan yang menjadi indah dipandang, dan nyaman untuk dipakai, dan digunakan.

“Selain secara visual bagus, juga kain yang dipakai untuk membatik berfungsi untuk mendokumentasikan peristiwa masa lalu. Tak hanya itu juga sebagai wasilah membangun mengingat para leluhur,” ujarnya.

Motif batik pun, lanjut dia, biasanya terinspirasi dari mana pun dan menyesuaikan lingkungan sekitar. Bisa diambil dari relief candi, mitologi, jirat pada nisan, sampai hewan yang sudah punah.

Salah satu yang menjadi inspirasi adalah naskah kuno di simbol 3 ikan yang oleh penulis disebut Trimina. Atau iwak telu sirah sanunggal.

“Dengan simbol ikan digunakan menjadi media untuk menyampaikan pesan dakwah terutama ajaran tasawuf di mana menyesuaikan dengan laku spiritual kehidupan sehari-hari,” tandasnya.

Simbol ikan berbadan tiga kepala tunggal atau trimina ini, jelas dia, dari aspek sosial mengajarkan kebhinekaan. Betapa semua berbeda satu dengan lainnya.

Wujud dhohir tampak beraneka ragam, namun sesungguhnya semua mempunyai titik yang satu. Semua adalah sama-sama sebagai hamba Tuhan; Bhineka Tunggal Ika.

Baca Juga:Lolos dari Hukuman, Prabowo Rehabilitasi 3 Mantan Direksi ASDP Termasuk Ira PuspadewiIdentitas Warga yang Tewas Tertemper Kereta Api Harina di Kanci Kulon Cirebon

Dia menguraikan, ikan atau “Iwak”, bermakna “Ikhlas ning awak”. Atau yang di tadabburi dan bermakna keikhlasan atas ketetapan Tuhan terhadap diri manusia.

Simbol pada lambang itu sendiri juga menggambarkan manunggalnya rasa seorang hamba terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ikan menggambarkan tingkatan seseorang yang sudah mencapai jati diri yang menerima segala ketentuan ketetapan sang pencipta. Kepala ikan yang tunggal melambangkan ke-Esa-an.

0 Komentar