Dimas ke Kamboja, tandasnya, dengan keyakinan akan mendapatkan peluang yang lebih baik. Dimas pun berangkat bersama istrinya.
Semua dokumen, termasuk paspor dan visa, jelas Yusuf, diurus oleh orang yang mereka kira sebagai agen resmi. “Dia telepon saya dan ngobrol katanya dia ikut temannya yang kerja di luar negeri. Akhirnya bawa istrinya bareng,” tandasnya.
Soal dokumen ke luar negeri, lanjut Yusuf, terutama paspor dan visa diurus oleh teman Dimas. Dari Kuningan, suami isteri itu berangkat ke Jakarta dari Jakarta terbang ke Batam.
Baca Juga:KDM – PT KAI Jalin Kerjasama, Bakal Ada Kereta Api Tani Mukti Rute Cirebon – JakartaPasca Tawuran Konten, Pemuda Desa Purwawinangun – Muara Mediasi di Polsek Kapetakan, Sepakat Damai
“Dari Batam naik kapal laut ke Malaysia Kuala Lumpur. Dari Kuala Lumpur naik pesawat ke Kamboja,” jelas Yusuf mengungkapkan kronologi keberangkatan korban TPPO tersebut.
Kepada Yusuf, Dimas mengungkapkan jika kenyataan di Kamboja jauh berbeda dari harapan. Sesampainya di Kamboja, Dimas justru bekerja sebagai admin judi slot.
Bukan hanya itu, Dimas dan isterinya juga mengalami pemerasan. Bahkan mengalami kekerasan setiap kali gagal mencapai target pemasukan dari judi slot tersebut.
Ketika di Kamboja, tambah Yusuf, mereka bertemulah dengan orang Indonesia. “Semacam agen di sana. Begitu datang dia harus bayar Rp 25 Juta,” ungkapnya lagi.
Karena tak memiliki uang, dengan terpaksa Dimas dan isterinya tetap bekerja di tempat itu. Apalagi ada iming-iming gaji Rp 9 juta per bulan.
“Tapi dia ternyata dijadikan admin slot dengan sistem satu orang tujuh situs tiga komputer. Tiap hari itu kalau tidak ada pemasukan itu ada tindakan kekerasan, verbal atau fisik,” tutur Yusuf.
Bahkan kawan Dimas sempat mengalami kekerasan fisik. Setelah beberapa hari tak ada pendapatan dari judi slot, kawannya pernah dipukul kepalanya hingga berdarah. Kaki dipukul dengan pipa. “Itu ada bukti foto-fotonya,” jelas Yusuf lagi.
Baca Juga:Lolos dari Hukuman, Prabowo Rehabilitasi 3 Mantan Direksi ASDP Termasuk Ira PuspadewiIdentitas Warga yang Tewas Tertemper Kereta Api Harina di Kanci Kulon Cirebon
Tak tahan, Dimas dan isterinya serta rekan-rekannya kabur menuju Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Hanya saja, upaya itu justru terhambat oleh berbagai prosedur administratif.
“Setelah itu ada 10 orang kabur dengan alasan keluar sebentar. Setelah itu mereka di KBRI. Harusnya kan harus langsung ditangani. Itu mereka diminta pelaporan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP),” ungkap Yusuf.
