Suasana penerimaan siswa-siswi baru di SMKN 2 Cirebon. Saat ini, kurikulum pendidikan darurat sedang dikaji. --FOTO: OKRI RIYANA/RADAR CIREBON
0 Komentar

“Kami berharap inisiatif-inisiatif bagus tersebut dapat diikuti guru lainnya. Pada prinsipnya guru bisa memilah kompetensi dasar kompetensi inti apa yang dianggap terlalu kompleks,” tuturnya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril menekankan, pembelajaran yang diberikan guru harus menyesuaikan kemampuan murid. Hal itu akan menjadi poin utama saat penyesuaian kurikulum darurat. “Kalau misalnya ada kurikulum yang disederhanakan, bukan berarti (pembelajaran) harus dilaksanakan seperti itu. Kita tetap berpusat pada murid,” kat Iwan.
Menurut Iwan, guru harus bisa memastikan tingkat perkembangan siswa dan tidak memaksakan pembelajaran memenuhi pencapaian kurikulum. Terlebih, di tengah kondisi pandemi. “Ini akan jadi sebuah catatan, kurikulum tidak perlu dituntaskan dan jangan dipaksakan,” ucapnya.
Kurikulum memiliki hubungan yang erat dengan murid dan itu terjadi secara aktif. Meski adanya penyederhanaan kurikulum, tetap saja seorang pendidik harus berinteraksi dengan konteksnya. “Hal itu terjadi dengan interaksi yang dinamis,” ujarnya.
Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) bersikukuh menilai bahwa kurikulum darurat atau kurikulum adaptif pada masa pandemi mutlak dibutuhkan, sesuai dengan aspirasi para guru dari daerah.
Hal itu dibutuhkan agar ada relaksasi konten (standar isi) kurikulum, standar penilaian, standar proses, standar kompetensi lulusan, termasuk standar sarana-prasarana.
“Ini bermanfaat di masa pandemi ini dan masa mendatang jika negara mengalami ancaman atau katastropi lainnya. Ini akan mengurangi beban kerja siswa dan guru,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim.
FSGI juga meminta Kemendikbud maupun Kementerian Agama (Kemenag) dan Pemerintah Daerah betul-betul harus melakukan pengecekan langsung ke sekolah. Khususnya, sejauh mana kesiapan-kesiapan sekolah, serta koordinasi lintas sektoral mutlak, termasuk dengan komite sekolah.
“Sekolah jangan dibiarkan jalan masing-masing, sendiri-sendiri dalam menilai kesiapan. Harus ada koordinasi, pendampingan, dan penilaian dari Pemda dan atau pemangku kepentingan lainnya,” pungkasnya. (der/fin)

Laman:

1 2
0 Komentar