Idealitas Intelektual dalam Ruang Publik Pilkada

IDHAM-HOLIK
0 Komentar

Kontribusi mereka dapat dimulai dengan presensi dan keaktifannya di ruang publik digital. Begitu juga hal yang sama di ruang publik konvensional. Ruang publik digital lebih efektif bagi intelektual mengemukakan gagasannya untuk diwacanakan secara massif. Karena ruang publik tersebut tidak dibatasi ruang dan waktu serta didukung infrastruktur komunikasi internet yang semakin baik. Dengan kemampuan komunikasi diskursif yang persuasif, intelektual bisa mengobarkan wacana politik rasional-kritis yang mencerahkan bagi pemilih.

Di ruang publik, tidak sekadar memersuasi pemilih untuk berpartisipasi aktif di semua tahapan elektoral, tetapi intelektual dapat menstimulasi pemilih untuk berani bicara untuk mengekspresikan harapan politiknya atas kepemimpinan politik dan pemerintah daerah periode mendatang. Selain sebagai stimulator, intelektual harus bisa memosisikan diri sebagai komunikator politik kepentingan pemilih dan pelopor demokrasi deliberatif.

Di era propaganda komputasional, intelektual diharapkan dapat mengimbangi wacana politik di ruang publik digital dengan cara mencegah informasi viral yang sering kali menyesatkan atau merusak nalar politik pemilih yang sengaja dan sistematis diseminasikan oleh para pendengung politik bayaran (the paid political buzzers). Mekanisme counter politik tersebut juga dapat dilakukan dengan cara melibatkan pendengung organik (the organic buzzers) yang diaktivasi dan diorganisasikan oleh para intelektual melalui retorika politiknya.

Baca Juga:Kinerja Jaksa Agung DikritikTiga Menteri Diserang Hoax Isu Positif Covid-19 Kembali Dibantah

Oleh karena itu, intelektual diharapkan dapat menyajikan wacana politik alternatif yang sekiranya bisa meningkatkan literasi demokrasi elektoral pemilih. Analogi sederhana seorang intelektual itu seperti Prometheus, dalam mitologi Yunani. Ia adalah Titan (dewa) pelindung umat manusia yang memiliki pemikiran ke masa depan (forethought).  Ia telah menentang Zeus dengan mencuri apinya dan memberikannya kepada manusia di bumi. Di bumi, ia mengajari manusia seni, ilmu pengetahuan dan sarana untuk bertahan hidup (Murray, 1867).

Selanjutnya ada sebuah pertanyaan penting, apakah semua warga negara atau warganet adalah intelektual? Terkait jawaban pertanyaan tersebut, bagi Antonio Gramsci (1971/1992:9), semua manusia adalah intelektual, tetapi tidak semua manusia di dalam masyarakat memiliki fungsi intelektual. Kenapa demikian, karena manusia adalah homo sapiens yang memiliki potensi kognitif luar biasa sebagai basis aktivitas intelektual, tetapi sering kali tidak dioptimalkan penggunaannya. Lalu, siapakah intelektual tersebut?

0 Komentar