Jangan sampai Lulus Tak Bisa Apa-apa

Jangan sampai Lulus Tak Bisa Apa-apa
0 Komentar

TENTU ini jarang terjadi. Bisa dibilang baru angkatan tahun corona ini. Siswa kelas 7 SMP atau 10 SMA/K belum pernah melakukan pembelajaran tatap muka langsung. Sejak pertama masuk sekolah. Apalagi kalau bukan karena pandemi yang menghalangi. Mereka hanya sebatas mengenal teman kelas dari pembelajaran jarak jauh melalui zoom.
Atau kadang mereka bertemu di luar sekolah ketika ada tugas yang melibatkan kelompok. Itu pun jarang. Tanpa ada pengawasan dari pihak sekolah. “Kita tidak bisa menilai dan tahu karakter siswa. Hanya tahu kalau ada yang tidak mengerjakan tugas. Alasannya juga macam-macam,” kata Guru PKN dan Prakarya SMPN 11 Eulis Henda Nugraha.
Memang kendala itu selalu ditemukan. Lagi, karena tidak bertatap langsung, para guru hanya mendengarkan alasan itu secara virtual. Sambil berharap kalau yang disampaikan siswa itu benar. Jujur. Kendala paling umum adalah ketersediaan jaringan atau konektivitas internet. Atau juga kapasitas dari smartphone yang dimiliki. “Pembelajaran di sekolah tidak bisa hanya mengandalkan teori. Karakter harus dinilai dari berbagai sisi. Tidak hanya nilai,” tutur Eulis.
Di SMKN 2 Cirebon, siswa kelas XII yang lebih aktif datang ke sekolah. Khususnya untuk praktik. Itu juga yang terpantau kemarin. Siswa dan siswi mempersiapkan diri menghadapi uji kompetensi (ujikom) yang dimulai Senin pekan depan (24/5). “Karena jangan sampai siswa atau siswi SMK saat lulus dia tidak bisa apa-apa,” terang Wakasek Kesiswaan sekolah yang berlokasi di Jalan Cipto itu, Siti Komariah.
Ada 6 kompetensi keahlian di sekolah dengan jumlah siswa 1.433 itu. Yakni perhotelan, kuliner, tata kecantikan kulit dan rambut, tata busana, perbankan, dan keuangan mikro. Petugas kebersihan juga masih bertugas di sana. Sejak Maret 2021, kata Siti, siswa kelas XII sering datang ke sekolah untuk keperluan pembelajaran. Khususnya praktik.
Itu juga telah lebih dulu melalui persetujuan para orang tua siswa. Dan siswa yang datang dibatasi. Pun dengan jumlahnya hanya boleh setengah dari kapasitas. Guru yang datang ke sekolah, kata Siti, lebih sering untuk keperluan membimbing siswa dalam menghadapi Ujikom itu. “Atau melakukan rapat. Misalnya ada siswa yang terkendala PJJ dan terkait pemberian nilai, itu kan perlu diskusi antarguru juga,” jelasnya.

0 Komentar