CIREBON, RADARCIREBON.ID – Bulan puasa sebentar lagi, biasanya kalau bulan Ramadhan tiba, minuman yang selalu tersedia adalah sirup Tjampolay. Minuman khas Cirebon ini adalah menu wajib saat berbuka puasa.
Sirup Tjampolay, atau biasa di baca, campolay ini, merk minuman yang mampu bersaing dengan produk-produk sirup lainnya. Bahkan, saat ini sirup Tjampolay sudah didistribusikan di kota-kota besar, dan sudah nangkring di tempat-tempat seperti supermarket dan pusat oleh-oleh.
Sirup khas Kota Cirebon, Jawa Barat sudah ada sejak 1936 dan merupakan salah satu minuman berperasa tertua di Indonesia. Biasanya sirup ini selalu menjadi buruan wisatawan ketika berkunjung ke Kota Udang ini.
Baca Juga:Jendral Bintang Tiga Wong Dermayu, Viral Jago Ngaji Kitab GundulCapres PDI P Diumumkan Juni, Hasto: Sudah di Kantong Bu Mega
Nama Tjampolay sendiri merupakan jenis buah-buahan yang dijadikan sebagai bahan sirup itu. Terdapat 3 varian rasa sirup yang pertama kali diproduksi, yakni rasa rossen, asam jeruk, dan nanas.
Dikutip dari berbagai sumber, mula terciptanya sirup ini dari mimpi Tan Tjek Tjiu yang sedang menikmati sirup dengan rasa buah campolay (sawo belanda). Sirup Tjampolay bisa berkhasiat menyehatkan kondisi tubuh penikmatnya karena menggunakan bahan-bahan alami dan tidak menggunakan bahan pengawet.
Setelah sirup sudah jadi, lantas Tan Tjek Tjiu mulai mencoba mengenalkannya ke masyarakat sekitar tempat tinggalnya hingga ke kerabatnya yang ternyata juga menyukai minuman tersebut. Pada 1936 ia berhasil menjual sirup Tjampolay ke daerah-daerah di sekitar Kota Cirebon.
Masyarakat Cirebon menyebut buah Tjampolay dengan nama Sawo Walanda atau Sawo Belanda. Mengutip dari situs Sirup Tjampolay, sirup ini menggunakan gula murni dibandingkan sirup lainnya yang beredar di pasar yang banyak menggunakan sakarin.
Dalam perjalanannya, produksi sirup ini sempat terhenti beberapa kali. Ketika Tan Tjek Tjiu meninggal dunia pada tahun 1964, kegiatan produksi terhenti. Baru pada tahun 1970, produksi sirup Tjampolay dilanjut kembali oleh anak Tan Tjek Tjiu, Setiawan.
Namun, di tangan Setiawan pun produksi sirup sempat terhenti. Barulah pada tahun 1983, produksi sirup bangkit kembali untuk bersaing dengan produk sirup lainnya yang sudah dikenal terlebih dahulu.