Menjerat Penikmat Uang Riol

Menjerat Penikmat Uang Riol
0 Komentar

Jika hujan deras turun dan debit air sungai naik, kata Mustaqim, maka air bisa disedot untuk disalurkan ke laut. Tidak hanya itu, jaringan riol juga mengalirkan air limbah yang ada di kota untuk selanjutnya ditampung di bak tertutup yang ada di sekitar gedung riol. Setelah di-treatment, air limbah baru dibuang ke laut.
“Oleh pemerintah Hindia Belanda, mesin pompa ini beroperasi dengan sangat baik. Namun pada tahun 1930-an, saat terjadi resesi ekonomi, operasional riol agak sedikit terganggu. Sampai ketika era penjajahan Jepang, kondisinya semakin tak diperhatikan,” ucapnya.
Setelah masa penjajahan selesai, operasional mesin pompa riol Ade Irma pun mulai kembali membaik. Pompa ini mampu menyedot air sampai dengan 1000 meter kubik perjam. Kondisi Kota Cirebon menjadi jauh lebih baik.
Sekitar tahun 1993, pompa tersebut tak lagi beroperasi dengan maksimal. Pada tahun 2001, Walikota Cirebon saat itu Lasmana Suriaatmadja mengeluarkan SK Walikota No 19 tahun 2001 yang menetapkan gedung riol di kawasan Pelabuhan Cirebon sebagai cagar budaya di Kota Cirebon yang harus dilindungi. “Tahun 2013 itu atap bangunanya sudah jebol. Tapi pompanya masih ada,” tuturnya.
BUTUH REGULASI
Menurut Mustaqim, sebagai daerah yang punya sejarah peradaban cukup lama, Kota Cirebon memilik banyak cagar budaya. Namun sayangnya, banyak peninggalan sejarah yang kondisinya kurang terawat dan membutuhkan perhatian lebih.
Semakin ke sini, kata Mustaqim, image Cirebon sebagai kota pusaka juga kian luntur. Mustaqim mengatakan bahwa banyaknya bangunan cagar budaya yang kurang mendapat perhatian, disebabkan karena belum adanya regulasi yang mengatur pelestarian cagar budaya. Di mana pemerintah dan juga DPRD justru membatalkan Raperda Cagar Budaya.
Hal ini tentunya bertolak belakang dengan status kota Cirebon sebagai Kota Pusaka yang sarat dengan tradisi dan budaya. Pun juga visi misi pemerintah, yang ingin menjadikan Cirebon sebagai kota kreatif berbasis sejarah dan budaya. Ia menilai bahwa baik pemerintah maupun DPRD tidak mempunyai keseriusan terhadap kondisi cagar budaya.
“Tidak ada perhatian yang kongkret terhadap nasib peninggalan sejarah. Apalagi DPRD yang seharusnya membuat regulasi terkait perlindungan cagar budaya,” tandas Mustaqim.

0 Komentar